Rabu, 12 Juni 2013

5 Jagoan Luar Biasa ( BAGIAN 22 LAM SIANG CIN JIN )



CEPAT sekali Toan Hongya tiba didepan orang buruannya, segera ia melihat orang tersebut berpakaian seperti seorang tosu, yang usianya mungkin telah meacapai enam puluh tahun. Wajahnya angker dan gagah, ditangannya memegang hudtim, yang gagangnya berkilauan tertimpah sinar rembulan, rupanya gagang hudtim itu terbuat dari emas !
Toan Hongya jadi terkejut.
Tosu inilah yang tengah dicarinya.
Cepat-cepat Toan Hongya menjura memberi hormat, sambil katanya : „Maafkan cin jin…… siapakah cin jin sebenarnya…….!”.
Sedangkan tosu itu ketika melihat Toan Hongya, telah tersenyum ramah.

„Aku mengetahui bahwa engkau selama beberapa hari mencari-cari diriku, siapakah engkau sebenarnya wahai anak muda ?” balik tanya tosu itu.
Melihat wajah yang angker dan gagah seperti itu, Toan Hongya tahu bahwa tosu itu adalah seorang akhli silat yang tinggi ilmunya. la tidak berani bersikap lancang dan sembarangan.
Dengan sikap yang sopan dan ramah, dia telah menyahuti : „Sebenarnya boanpwe she Toan dan bernama Ceng”, ia menjelaskan. „Dan bolehkah boanpwe mengetahui siapakah gelaran totiang yang mulia ?”
Tojin itu berdiam diri sejenak, ia telah mengawasi Toan Ceng beberapa saat lamanya, sampai akhirnya ia bilang juga : „Anak muda, engkau memiliki tubuh yang gagah dan tampaknya engkau juga seorang pemuda yang cerdas……!”
Toan Ceng cepat-cepat menjura merendahkan diri, ia mengatakan bahwa pendeta itu terlalu memujinya.
Tetapi tosu itu telah berkata lagi : „Aku bukan memujimu, selama beberapa hari secara diam-diam justru aku telah menguntit dirimu, sehingga aku mengetahui bahwa engkau tengah mencari jejakku. Selama itu aku telah melihat engkau seorang pemuda yang memiliki bakat sangat, baik sekali mempelajari ilmu silat……..asalkan engkau memiliki petun uk yang benar dan baik……..!”
Toan Ceng sendiri jadi malu mendengar perkataan tosu itu, karena selama beberapa hari ia mencari jejak tosu tersebut, tetapi siapa tahu justru tosu itu selama itupun telah menguntitnya tanpa dia sendiri mengetahuinya. Hal ini membuktikan bahwa kepandaian losu tersebut memang tinggi. Maka Toan Hongya jadi semakin menghormatinya.
Sedangkan tosu itu telah bertanya lagi dengan suara yang sabar : „Sesungguhnya apa maksudmu hendak mencariku ?”
Toan Hongya segera memberi hormat sambil katanya : „Sesungguhnya boanpwe hendak berguru kepada orang yang memiliki kepandaian tinggi……, maka ketika mendengar bahwa totiang memiliki kepandaian yang tinggi, boanpwe bermaksud akan berguru pada totiang…….!”
Muka tojin itu jadi berobah, „Bagaimana engkau mengetahui bahwa aku memiliki kepandaian silat ?” tanyanya sambil memandang dengan mata menyelidiki.
Toan Hongya menyahuti : „Beberapa hari yang lalu bukankah totiang telah menghajar kucar-kacir para buaya darat dikota tersebut, dimana totiang telah memperlihatkan, kepandaian yang sangat mengagumkan sekali, yang tidak mungkin dimiliki oleh sembarangan orang……!”
Tojin itu tersenyum lagi, iapun telah berkata.
„Hemm……., persoalan berkelahi tidak bisa diambil sebagai patokan untuk menilai ilmu silat seseorang, bukankah buaya darat itu hanya mengandalkan tenaga mereka yang kuat dan tidak memiliki kepandaian apa-apa…….maka dengan mudah dan kebetulan sekali aku bisa merubuhkan mereka. Tetapi jika seandainya mereka memiliki kepandaian, tentu aku tidak akan berdaya menghadapi mereka……..!”
Mendengar sampai disitu, Toan Hongya tahu bahwa tosu ini ingin mengelakkan diri.
Cepat-cepat Toan Hongya telah berkata : „Begini totiang, sebetulnya aku ingin sekali mencari seorang guru yang bisa mendidikku ilmu silat yang, tinggi, sejak kecil aku telah tertarik untuk mempelajari ilmu silat, aku gemar sekali mempelajari ilmu silat… sayangnya sejauh ini aku belum pernah memperoleh seorang guru yang baik…….maka aku memiliki kepandaian yang tidak berarti apa-apa…….! Jika memang totiang tidak keberatan, aku ingin mengundang totiang untuk menjadi guruku…..
Mendengar perkataan Toan Hongya, tosu itu telah tertawa bergelak-gelak.
„Ha…ha…ha…., engkau ini lucu !” katanya.
„Kita baru saja bertemu, bagaimana engkau begitu yakin bahwa aku memiliki kepandaian yang tinggi dan ingin mengangkat aku menjadi gurumu ?”
Tetapi Toan Hongya telah yakin dengan pendiriannya, maka ia berkata Iagi : „Walaupun totiang mengatakan apa saja, tetap aku bertekad untuk berguru pada totiang, aku yakin bahwa totiang memiliki kepandaian yang tinggi………!”.
„Hemm…….”, tertawa pendeta itu sambil mengawasi tajam pada Toan Ceng.
„Rupanya engkau benar-benar gemar sekali mempelajari ilmu silat…..
Tetapi mengapa engkau tidak berusaha untuk merantau saja kedaratan Tionggoan, bukankah disana banyak sekali akhli-akhli silat yang memiliki kepandaian tinggi, yang bisa kau Angkat menjadi gurumu ?”
Mendengar perkataan tojin itu, muka Toan Hongya jadi berobah muram.
„Aku memiliki sedikit kesulitan, totiang……..” katanya kemudian.
„Kesulitan apa ?”
„Sulit untuk aku jelaskan…!”.
„Jika engkau tidak terbuka. dalam persoalgnmu, bagaimana mungkin ada orang yang bersedia menjadi gurumu ?” tanya pendeta itu.
„Kesulitanku itu benar-benar sulit dijelaskan totiang.
Tetapi yang pasti, aku ingin sekali mempelajari ilmu silat sebaik mungkin, maka jika memang totiang tidak mentertawakan aku, ingin sekali aku mengundang totiang menjadi guruku…!”
Tojin itu berdiam diri sejenak, kemudian dia baru berkata setelah lewat beberapa saat lamanya : „Baiklah, siapa namamu ?”.
„Seperti tadi telah kukatakan, aku she Toan dan bernama Ceng..,!”
„Apakah itu bukan nama samaran ?” tanya tojin itu lagi.
„Nama samaran ?” tanya Toan Hongya agak heran dan tidak mengerti.
Tojin itu telah mengangguk.
„Ya, setahuku, bahwa marga she Toan itu adalah marga keturunan raja-raja Tailie….., apakah engkau benar-benar she Toan dan memiliki hubungan kekeluargaan dengan keluarga raja Tailie…?”
Mendengar pertanyaan tojin itu, Toan Hongya jadi terkejut juga.
Rupanya tojin ini memang memiliki pengetahuan yang luas, maka sampai ke-soal she dia mengetahui dengan jelas.
Tetapi waktu itu Toan Hongya tidak bisa berdiam diri terlalu lama, ia telah mengangguk: „Benar, justru memang aku berasal dari kalangan istana Tailie….”
Mendengar, perkataan Toan Hongya yang terakhir, muka tosu itu jadi berobah.
„Engkau masih ada hubungan dengan orang istana negeri Tailie ini ?” tanyanya.
Toan Hongya mengaogguk.
„Benar”, sahutnya. „Apakah ada sesuatu yang tidak beres totiang…?”:
Muka pendeta itu semakin tidak enak dipandang, tampaknya ia tengah memikirkan sesuatu, sampai akhirnya ia baru menyahutinya : „Tahukah engkau, kedatanganku dari Tionggoan yang jaraknya begitu jauh, merupakan tujuan yang utama untuk mencari beberapa orang she Toan…! “.
„Siapa totiang…?” tanya Tuan Hongya terkejut..
„Hemm……..”, justru aku tidak bisa menyebutkannya, sebab akupun memiliki kesulitan untuk menjelaskannya…!” menyahuti pendeta itu.
Sedangkan Toan Hongya telah berkata dengan suara yang pasti : „Jika memang totiang memiliki kesulitan, mungkin aku bisa membantu ?” pertanyaan itu merupakan tawaran jasa baik untuk sitosu.
Tetapi tosu itu telah menggelengkan kepalanya.
„Engkau tidak mungkin bisa menolongku… ini menyangkut urusan penasaran…!”
Muka Toan Hongya jadi berobah.
„Urusan penasaran ?” tanyanya. Tosu itu mengangguk.
„Benar”, sahutnya.
„Urusan ini adalah urusan penasaran, maka tanpa memperdulikan perjalanan yang jauh dari daratan Tionggoan, aku telah datang kemari…!”
Waktu berkata begitu, nada suara sitosu terdengar tidak, begitu menyenangkan, tampaknya ia mulai tidak menyukai Toan Hongya setelah mengetahui bahwa Toan Hongya adalah orang she Toan dari pihak kerajaan Tailie ini.
Toan Hongya sendiri jadi diliputi tanda tanya.
Dilihat dari sikapnya seperti juga tosu itu tengah mengerjakan sesuatu.
Tetapi yang pasti tentu saja bukan urusan yang menggembirakan.
Sedangkan tosu itu setelah berpikir sejenak, ia berkata lagi : „Apa kedudukanmu didalam istana Tailie ?”.
Toan Hongya ragu-ragu sejenak, kemudian ia baru menjahuti pertanyaan tosu itu : „Sesungguhnya……,aku Toan Hongya, kaisar dikerajaan ini……!”.
„Apa ?” tanya tosu itu terkejut, ia sampai mementang kedua matanya lebar-lebar.
„Engkau yang dipermuliakan dikerajaan ini?”
Toan Hongya mengangguk.
„Benar…!”
Tetapi tosu itu seperti kurang mempercayainya.
„Usiamu masih demikian muda…!” katanya.
„Ya, aku baru beberapa tahun naik takhta…!” sahut Toan Hongya.
„Maka jika totiang tidak keberatan, justru aku hendak mengundang totiang untuk singgah diistana…!”.
Pendeta itu jadi tidak bisa berkata-kata lagi, ia tampaknya ragu-ragu.
Tetapi kemudian ia telah merangkapkan tangannya memberi hormat.
„Tidak kusangka bahwa Pinto memiliki rejeki yang besar, sehingga bisa bertemu muka dengan junjungan dinegeri Tailie ini…!”.
„Sebetulnya totiang memiliki kesulitan apakah……. tampaknya totiang kurang begitu tenang. Dan juga orang she Toan mana yang telah mempersulit totiang…?” tanya Toan Hongya pula. „Mungkin aku bisa membantu totiang menyelesaikan urusan ini ?”.
Tvsu itu meflghela napas, sambil katanya: „Sesungguhnya urusan ini merupakan urusan yang telah lebih dua puluh tahun yang lalu… mungkin waktu itu engkau belum dilahirkan…”.
„Jadi waktu itu ayahku yang berkuasa, karena selama empat puluh dua tahun ayah duduk disinggasana…!” kata Toan Ceng.
Tosu itu mengangguk.
„Ya, memang waktu itu ayahmu, Toan Bun Liang, bukankah begitu namanya ?” tanya tosu itu.
Toan Ceng mengangguk.
„Benar memang itulah nama ayahku…!” menyahuti Toan Hongya.
„Dan justru baru beberapa tahun ini aku menduduki singgasana setelah ayah wafat…!”
„Usiamu masib terlalu muda”, kata tosu itu.
„Tetapi justru sekarang engkau telah menjadi orang yang paling mulia dinegeri ini…!”.
Toan Ceng segera mengeluarkan kata-kata merendah, dan dia telah bilang lagi : „Jika memang totiang memiliki kesulitan dengan orang-orang kami, katakan saja, siapa orang-orang itu, mungkin aku bisa menolongnya…!”.
Tosu itu kembali menghela napas. Sampai akhirnya dia berkata juga :
„Aku datang kedaratan Tailie ini karena ingin mencari jejak isteriku…l” akhirnya ia memberitahukan juga.
„Mencari isteri totiang…?” tanya Toan Hongya agak heran.
Pendeta itu rupanya mengetahui perasaan heran Toan Ceng, ia telah mengangguk.
„Ya… justru dua tahun yang lalu aku belum mensucikan diri, aku belum jadi seorang tojin…!” mengangguk pendeta itu.
„Hemm…….”, siapakah nama isteri totiang ?” tanya Toan Hongya lagi.
Sipendeta tampak ragu-ragu, tetapi kemudian dia telah menyahutinya : „Dia she Bian dan bernama Khuang Lie. Dua puluh tahun yang lalu telah dilarikan ke Tailie…!”
„Oh…….. !”
„Dan orang-orang yang melarikan isteriku itu dua orang she Toan, masing-masing bernama Toan Liang dan Toan Bun. Mereka merupakan dua orang terdekat dari Kaisar Tailie saat itu…”
„Ohh……., mereka berdua itu adalah pamanku…!” kata Toan Hongya.
„Justru itu, engkau tidak mungkin bisa membantuku, malah engkau akan ikut memusuhiku. Tetapi biarlah, terlanjur aku telah menceritakannya, aku akan mengatakannya semua” kata tosu itu.
Sedangkan Toan Ceng jadi sangat tertarik, dia telah menawarkan : „Bagaimana jika kita bercakap-cakap didalam kamarku saja, totiang…..bukankah lebih tenang dan tidak perlu diterpa oleh angin malam ?”.
Pendeta itu rupanya menyetujuinya, ia hanya mengangguk.
Keduanya melompat turun dan masuk kedalam kamar Toan Ceng lewat jendela kamar.
Sedangkan Toan Ceng telah menyediakan secawan teh kepada pendeta itu

PENDETA tersebut mengawasi Toan Ceng beberapa saat lamanya, akhirnya ia- bilang juga : „Jika dilihat dari gerak-gerikmu, engkau,tentunya seorang Kaisar yang baik budi……sekarangpun yang mengherankan justru engkau berpakaian seperti rakyat biasa, tanpa pengawal dan hanya berseorang diri saja…….! Yang mengherankan aku, sebagai seorang Kaisar, engkau bisa berkeliaran mencari jejakku……..”
Toan Ceng tertawa.
„Sesungguhnya memang telah sering aku keluar dari istana dengan penyamaran seperti ini, hanya untuk mengetahui lebih-dekat dan lebih jelas kehidupan rakyatku…!”.
„Engkau seorang raja yang baik…!”
„Tidak bisa aku mempercayai sepenuhnya begitu saja laporan-laporan yang masuk, karena umumnya manusia ingin menang sendiri, begitu pula dengan orang-orangku, terlebih lagi mereka memiliki kekuasaan, dengan sendirinya mereka akan membela kebenaran mereka sendiri, jika hal itu berhubungan langsung dengan persoalan pribadi mereka. Sedangkan urusan yang muncul antara rakyat negeri dengan para pembesar negeri, dimana mereka saling bentrok, bukanlah sedikit. Dengan cara menyamar seperti ini, aku jadi bisa melihat lebih jelas apa yang terjadi…!”
Setelah berkata begitu, Toan Ceng juga menjelaskan, bahwa ia telah cukup lama memerintahkan orang-orangnya untuk mencari orang pandai, karena Toan Hongya mengakui dirinya tertarik sekali untuk mempelajari ilmu silat yang tinggi, selain memang menggemarinya, juga ia sangat senang untuk melatih ilmu silat.
„Jika dilihat dari gerak-gerikmu dan juga sinar matamu, sekarang ini engkau telah memiiiki kepandaian yang tidak rendah…!” kata tojin itu.
Toan Hongya segera mengakuinya bahwa ia memang telah cukup banyak mempelajari ilmu silat, tetapi sejauh itu belum berhasil memperoleh guru yang baik, yang bisa mewarisi kepandaiannya ilmu yang tinggi.
„Sabarlah, kelak juga engkau akan memperoleh guru yang baik, terutama adalah keuletanmu untuk berlatih…! kata pendeta tersebut.
„Dan, bolehkah aku mengetahui gelaran totiang yang mulia ?” tanya Toan Hongya lagi.
Karena berhadapan dengan Kaisar, junjungan dari negeri Tailie, maka pendeta itu tidak berani bersikap sembarangan.
„Pinto bergelar Lam Siang Cinjin…!” dia menjelaskan.
„Dan persoalan isteri totiang itu bagaimana urusannya ?” tanya Toan Hongya lagi, tampaknya Kaisar dari negeri Tailie tertarik sekali ingin mengetahui kesulitan pendeta itu.
Lam Siang Cinjin telah menghela napas dan berkata dengan suara yang perlahan dan muka yang muram : „Sesungguhnya dua puluh tahun yang lalu Pinto tidak menjadi seorang pendeta, pinto merupakan seorang rimba persilataan.
Tetapi sayang, waktu terjadi peperangan Tailie dengan kerajaan di Tionggoan, dua orang panglimanya telah merampas isteri pinto. Waktu itu kepandaian pinto belum tinggi, tidak berdaya melindungi isteri pinto, sehingga isteri pinto itu telah dilarikan oleh kedua panglima Tailie itu…….. pinto hanya mengetahui nama mereka, maka sekarang disaat pinto telah melatih diri dengan giat, pinto bermaksud untuk mencari isteri pinto, bukan untuk berumah tangga, tetapi untuk membalas dendam saja kepada kedua panglima Toan itu, untuk melampiaskan sakit hati pinto ……sekarang pinto telah mensucikan diri dan tidak mungkin kembali hidup bersama isteri pinto, hanya jika memang pinto berhasil, tentu akan dapat mengembalikan isteri pinto itu kedaratan Tionggoan, bukan hanya tawanan di Tailie ini.
Mendengar sampai disitu, Toan Hongya ikut berduka.
„Baiklah totiang, besok kita keistana dan kita tanyakan persoalan itu kepada kedua pamanku, semoga saja mereka bisa diberi pengertian dan isteri totiang bisa dikembalikan.
Inipun belum lagi diketahui, entah,masih hidup atau telah meninggal isteri totiang itu…! Tetapi totiang percayalah, aku akan bertindak dengan seadil-adilnya, aku tidak akan memberatkan totiang…”
Tosu itu mengucapkan terima kasihnya, ia mau mempercayai perkataan Toan Hongya. Bahkan ia telah berkata : „Jika memang Toan Hongya bersedia untuk menegakkan keadilan, tentu penasaranku itu akan lenyap…!”
„Nah totiang, sekarang aku ingin menanyakan sesuatu kepada totiang, entah totiang mau atau tidak menerima tawaran yang merupakan undanganku untuk totiang tinggal diistanaku menjadi guru pribadi dalam urusan ilmu silat ?” tanya Toan Hongya.
Lam Siang Cinjin berdiam diri sejenak, tampaknya dia ragu-ragu, tetapi akhirnya ia menyahuti juga : „Jika dilihat dari keadaan Toan Hongte, memang Hongte memiliki bakat dan kecerdasan yang baik mempela jari ilmu silat. Tetapi sayangnya pinto justru tidak berbakat untuk men jadi guru. Maka jika meniang Hongte ingin mempelajari ilmu silat yang balk dari guru yang pandai, nanti pinto akan menunjukkan orangnya…!”.
„Tetapi totiang tentu tidak keberatan untuk berdiam satu atau dua bulan diistanaku, untuk memberikan petunjuk-petunjuk kepadaku, bukan ?”
Tosu itu akhirnya mengangguk.
Begitulah, Toan Hongya telah mengajak tosu itu kembali keistananya.
Keesokan paginya, Toan Hongya segera membuka sidang dan memanggil kedua pamannya, yaitu Toan Liang dan Toan Bun.
Kedua orang itu merupakan jenderal angkatan perang dalam kerajaan Tailie dan merupakan dua orang kuat dikerajaan tersebut. Dan sebagai dua orang yang memiliki kekuasaan besar, apa lagi memang merupakan dua orang yang masih memiliki hubungan yang intim dengan raja Tailie tersebut, membuat semua orang menaruh hormat dan segan padanya.
Tetapi ketika persidangan itu dibuka dan Toan Hongya dengan suara tegas menanyakan perihal urusan yang terjadi pada diri Lam Siang Cinjin, muka kedua orang itu jadi merah padam.
Mereka berusaha menyangkalnya.
Toan Hongya kemudian perintahkan Lam Siang Cin jin diundang keluar.
Setelah Lam Siang Cin jin muncul, kedua orang itu, Toan Bun dan Toan Liang, tidak bisa menyangkal lagi. Malah mereka mengakui babwa isteri dari Lam Siang Cin jin telah diambil oleh Toan Liang untuk diperisterinya.
Mendengar itu, Lam Siang Cin jin meminta isteri Toan Liang dimajukan juga dalam sidang.
Dan ketika nyonya pembesar negeri tersebut tampil dimuka sidang, yang sebelumnya, adalah isteri Lam Siang Cinjin, ia telah mengenali bekas suaminya, walaupun kini Lam Siang Cinjin telah berjenggot dan berkumis panjang.
Waktu Toan Hongya menanyakan pada nyonya Toan Liang, apakah selama men jadi isteri Toan Liang ia merasa bahagia, yaitu tanpa dipaksa dan memperoleh tekanan dari Toan Liang.
Nyonya Toan Liang menyatakan bahwa semuanya telah terjadi dan itu merupakan catatan nasibnya, maka ia menganggap urusan telah habis dan Toan Liang sebagai suaminya yang cukup dicintainya.
Lam Siang Cinjin menghela napas.
lapun kini telah menjadi pendeta dan mensucikan diri.
Jika tokh sekarang dia datang ke Tailie, karena ia menduga bahwa isterinya berada dalam tekanan orang she Toan itu, maka ia ingin memhebaskannya dan kelak mengantarkannya kedaratan Tionggoan.
Tetapi kenyataannya sekarang bekas isterinya itu telah menjadi isteri Toan Liang, dengan sendirinya ia berada dalam posisi yang agak sulit.
Tidak bisa ia memaksa bekas isterinya itu meninggalkan Toan Liang, bukankah bekas isterinya itu menyatakan sekarang ia mencintai Toan Liang.
Akhirnya Lam Siang Cinjin yang mengalah.
la menyatakan, kalau memang bekas isterinya itu yang kini telah menjadi nyonya Toan Liang, senang pada suaminya itu dan tanpa tekanan, ia tidak akan mengganggu gugat lagi.
Persoalan dapat diselesaikan dengan baik.
Malam itu Toan Hongya telah tnenyelenggarakan pesta untuk menghormati pendeta ini.
Tetapi Lam Siang Cinjin hanya tinggal beberapa hari diistana kerajaan Tailie, karena ia akan segera melanjutkan perjalanannya kedaratan Tionggoan.
Ketika Toan Hongya memaksa agar Lam Siang Cinjin menetap beberapa lama lagi, pendeta itu hanya bersedia menghabiskan waktunya diistana selama satu minggu.
Dan selama satu minggu itu cukup banyak yang diturunkan Lam Siang Cinjin kepada Toan Hongya, baik ilmu tenaga dalam maupun ilmu silat.
Dan yang terpenting lagi, justru Toan Hongya telah menerima petunjuk bagaimana harus melatih tenaga sinkang, hawa murni yang dimiliki setiap manusia.
Dengan latihan tenaga sinkang seperti itu, Toan Hongya bisa membangunkan tenaga dan semangatnya, sehingga ia bisa mempertinggi Iwekangnya.
Selang seminggu, Lam Siang Cinjin pamitan dan minta diri untuk kembali kedaratan Tionggoan. Dan diwaktu itu Toan Hongya menghadiahkan Lam Siang Cinjin berbagai benda dan harta. Namun semua itu telah ditolak oleh pendeta tersebut.
la menyatakan, hatinya kini tenang dan senang, karena mengetahui tahwa bekas isterinya ternyata hidup tidak menderita disisi Toan Liang.
Sedangkan Toan Hongya telah perintahkan beberapa orang panglima kerajaan untuk mengantarkan tamunya ini sampai ditapal batas. Namun Lam Siang Cin jin menolaknya, karena pendeta itu menyatakan bahwa ia lebih bebas melakukan perjalanan seorang diri.
Toan Hongya hanya berpesan, jika memang Lam Slang Cin jin kebetulan melakukan perjalanan dinegeri Tailie agar singgah diistananya, dan permintaan raja Tailie tersebut disanggupi oleh Lam Siang Cin jin, ia menyatakan jika memang kebetulan lewat disekitar daerah Tailie, ia akan singgah diistana Toan Hongya, untuk bertukar pikiran.
Begitulah, Toan Hongya dihari-hari selanjutnya telah melatih diri dengan giat.
—oo0oo—
(Bersambung Ke Bagian 23)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Popular On Relatemein