Kamis, 13 Juni 2013
5 Jagoan Luar Biasa ( BAGIAN 60 )
TETAPI, waktu itu, dari luar pintu kedai teh itu melangkah masuk seorang laki2 yang bertubuh tinggi besar, yang menghampiri kearah meja sigadis. Ketika melihat nona Ong, mata orang itu berkilat tajam.
„Oho, nona yang manis .. nona cantik!” katanya dengan suara yang serak dan dari mulutnya berhamburan bau arak yang keras.
Ong Tiong Yang jadi memandang ragu2 penuh kekuatiran pada keselamatan gadis tersebut, karena orang bertubuh tinggi besar itu menghampiri sigadis sambil mangulurkan tangannya mencolek muka nona Ong.
Perbuatan kurang ajar orang tersebut membuat nona Ong jadi naik darah, ia gerakkan tangannya mengebut dengan keras.
Tubuh lelaki itu memang tinggi besar, tetapi dikebut seperti itu tubuhnya seperti layangan putus dan telah terbanting jatuh dilantai.
Sedangkan nona Ong berkata sengit: „Sekali lagi engkau membawa tingkah tengik, biar aku akan turun tangan keras menghayarmu….!”
Tetapi orang bertubuh tinggi besar itu yang memiliki potongan wajah kasar dan keras, malah bangkit sambil memperlihatkan sikap yang beringas mengandung ancaman.
„Engkau berani bertingkah didepanku?” dan lelaki bertubuh tinggi besar itu menghampiri meja sigadis, ia mengulurkan tangannya memegang tepi meja, yang akan diterbalikkan.
Tetapi sigadis juga cepat meletakkan kedua tangannya dimeja tersebut, sebingga meja itu tidak bergeming walaupun diangkat kuat2 oleh lelaki bertubuh tinggi besar itu. Dengan penasaran lelaki tinggi besar itu mengeluarkan suara teriakan nyaring sambil memusatkan kekuatannya untuk menterbalikkan meja sigadis.
Tetapi rupanya gadis itu telah mempergunakan tenaga sinkangnya menekan meja itu dengan kedua tangannya, sehingga meja itu tidak bergeming dari tempatnya.
Dalam keadaan demikian, lelaki bertubuh tinggi besar itu memandang ter-heran2 dan tertegun, tetapi ia semakin penasaran, ia mengeluarkan suara teriakan sekali lagi dan berusaha untuk menterbalikkan meja itu. Usahanya kembali gagal.
Karena sengit, ia mengambil goloknya yang tersoren dipinggangnya, dicekalnya gagang golok itu kuat2 dan kemudian dicabutnya.
Lalu dengan sikap mengancam dia berkata bengis : „Apakah engkau ingin merasakan tajam nya golokku ini…..!”
Nona Ong mana merasa takut? Sambil memperdengarkan suara tertawa tawar, nona Ong berkata dingin: „Janganlah engkau main2 dengan senjata tajam seperti itu, bisa membahayakan dirimu sendiri !”
Sambil berkata demikian, tangan kiri nona Ong meluncur dan menyentil golok lelaki bertubuh tinggi besar tersebut, sehingga golok itu terlepas dari cekalan tangan lelaki dan terpental jatuh kelantai dengan keras.
Muka lelaki bertubuh tinggi besar tersebut jadi pucat, dia memandang pada sigadis dan tidak mengerti.
Nona Ong berkata tawar : „Kau pergilah…, atau memang perlu dihajar lagi?
Lelaki bertubuh tinggi besar itu tampaknya penasaran, tanpa menyahut ia mengambil goloknya, dan tahu2 ia menggerakkan cepat sekali membacok kepada sigadis.
Tetapi nona Ong tidak terkejut atau gugup, ia memang menduga lelaki bertubuh tinggi besar tersebut tentunya akan berusaha melakukan hal itu.
la mengelakkan bacokan tersebut dengan tubuh yang dimiringkan.
Dan waktu mata golok lewat disamping tubuhnya cepat sekali, tangan kanannya nona Ong digerakkan, dengan kedua jari tangannya ia menjepit golok itu sehingga ketika lelaki bertubuh tinggi besar itu menarik pulang goloknya, ia tidak berdaya apa2, golok tersebut telah terjepit terus tanpa bisa bergeming, walaupun lelaki bertubuh tinggi besar itu memusatkan seluruh tenaga yang ada padanya. “
Waktu itu nona Oug berkata tawar: „Jika memang engkau memiliki tenaga yang besar, tariklah golokmu….. !”
Tetapi memang usaha lelaki bertubuh tinggi besar itu gagal sama sekali, karena ia tidak pernah berbasil menarik pulang goloknya yang di jepit keras dan kuat oleh kedua jari tangan sigadis.
„Dan ketika suatu kali lelaki bertubuh tinggi besar itu menarik pula dengan kuat, tiba2 gadis she Ong tersebut melepaskan jepitan jari tangannya, tidak ampun lagi tubuh lelaki tinggi besar itu terguling dilantai dengan menimbulkan suara gedebukan yang keras.
Lelaki bertubuh tinggi besar tersebut berusaha bangun wajahnya pucat.
„Pergilah kau….” kata nona Ong dengan suara tidak acuh dan mengambil cawan tehnya untuk meminumnya. “
Ong Tiong Yang ketika menyaksikan hal itu, hanya tersenyum saja.
Nona Ong setelah meneguk habis air tehnya ia bangkit untuk melangkah keluar, meninggal lelaki bertubuh tinggi besar yang berdiri tertegun diam ditempatnya dengan keadaan bingung karena ia hampir tidak mempercayainya seorang gadis begitu muda dan tampaknya lemah gemulai selain cantik, bisa meruntuhkan dia berulang kali. Padahal dikota ini dia merupakan buaya darat yang paling disegani dan ditakuti oleh penduduk kota.
Keadaan seperti ini membuat Ong Tiong Yang jadi tertawa dan telah menghampiri lelaki tinggi besar tersebut yang ditepuk pundak kanannya: „Jika lain waktu, hati2 kalau ingin berbuat kurang ajar …..!”
Lelaki bertubuh tinggi besar itu menoleh terkejut, tetapi matanya jadi bersinar tajam mengandung kemarahan waktu melihat yang menepuknya itu adalah seorang tojin muda.
„Tojin bau, apa maksudmu mencampuri urusanku….?” dan sambil berkata begitu, ia mengerahkan tenaganya pada tangan kanannya untuk mengangkat goloknya guna, mengancam Ong Tiong Yang.
Namun lelaki bertubuh tinggi besar itu jadi kaget sendirinya, karena seluruh tenaganya seperti telah lenyap dari tubuhnya, dimana ia merasakan seluruh kekuatan dibadannya bagaikan lenyap.
Cepat-cepat ia mengeluarkan suara bentakkan yang gugup: „Kau… kau … kau mempergunakan ilmu siluman apa sehingga tenagaku lenyap ….?” tanyanya.
Ong Tiong yang mengangkat tangannya dari pundak orang itu, sambil katanya diiringi senyumnya. „Lain kali jangan galak2 seperti itu, jika Pinto mau mencelakaimu, mudah sekali seperti juga membalik telapak tangan…!”
Lalaki bertubuh tioggi besar itu mengetahui dan menyadarinya, bahwa hari ini ia dua kali bertemu dengan orang2 gagah. Per-tama2 ia bertemu dengan sigadis yang tampaknya lemah gemulai tetapi memiliki kekuatan yang luar biasa. Kedua kalinya adalah tojin muda usia ini, yang barhasil membuat ia tidak memiliki tenaga sama sekali disaat telapak tangan Tojin tersebut berada dipundaknya. Maka tanpa mengucapkan perkataan dan apalagi, ia telah mementang kakinya ngacir keluar dari kedai teh tersebut, lenyap mabuknya…!
Melihat orang bertubuh tinggi besar tersebut telah pergi, Ong Tiong Yang kembali ketempat duduknya dan meneruskan minumnya.
Sedangkan pelayan yang melihat Ong Tiong Yang berhasil mengusir buaya darat yang ditakutinya, mengetahui bahwa Tojin ini bukan seorang tojin yang sembarangan, maka ia telah melayaninya dengan manis sekali.
Setelah puas minum teh dan juga perasaan lelahnyu berkurang, Ong Tiong Yang melanjutkan perjalannya.
Ketika berada diluar kota, Ong Tiong Yang menoleh kebelakang.
Ia melihat nona Ong masih tetap mengikutinya. Diam2 tojin tersebut jadi mengeluh juga, disamping perasaan kasihan, ia benar2 tidak mengerti maksud dari nona Ong yang selalu mengikutinya.
Kalau saja ia bisa berbicara dengan nona Ong itu, tentu ia akan menasehati si-gadis.
Tetapi sayangnya gadis tersebut selalu melarikan diri setiap kali Ong Tiong Yang ingin menghampiri.
Sambil berjalan terus, Ong Tiong Yang memutar otak mencari jalan bagaimana harus menasehati gadis itu, agar ia itu mau menghentikan perbuatannya yang selalu mengikutinya. Tetapi justru kesempatan untuk berbicara dengan sigadis tidak pernah diperolehnya.
Ong Tiong Yang berulang kali menghela napas, akhirnya ia berhenti melangkah dan memutar tubuhnya menghadap kearah sigadis. Nona Ong waktu melihat Ong Tiong Yang berhenti, melangkah, iapun berhenti melangkah, mengawasi kepada Ong Tiong Yang dengan wajah yang mengandung kedukaan, dan ber-siap2 jika memang Ong Tiong Yang hendak menghampirinya, sigadis ingin melarikan diri.
„Non Ong…!” teriak Ong Tiong Yang dengan suara nyaring karena ia berteriak seperti itu dengan mengerahkan tenaga sinkangnya. „Mengapa engkau selalu mengambil sikap seperti itu? katakanlah. „mari kita bicara secara baik-baik….!”
Ong Kiet Mei, sigadis yang sesungguhnya telah bersiap2 hendak melarikan diri, jadi batal dan berdiam ditempatnya ketika mendengar teriakan Ong Tiong Yang. Mukanya juga telah berubah, ia berkata dengan suara yang tak begitu jelas keluar dari mulutnya, sambil tubuhnya meaggigil menahan isak tangis.
Ong Tiong Yang melangkah ingin menghampirinya, dengan mempergunakan ginkangnya.
Namun waktu itu justru Ong Kiet Mei telah memutar tubuhnya dan berlari juga.
Dengan demikian kembali Ong Tiong Yang gagal membujuk gadis itu untuk bicara langsung dengannya.
Melihat gadis itu pergi, Ong Tiong Yang menghela napas panjang penuh penyesalan, kemudian, katanya dengan suara perlahan kepada dirinya sendiri : „Dilihat demikian, tampaknya gadis itu sulit sekali diajak bicara….!”
Ong Tiong Yang kemudian melanjutkan perjalanannya lagi.
Namun setelah melakukan perjalanan, justru diwaktu itu ia, menoleh kebelakang dan melihat si gadis she Ong tersebut telah berada ditempat itu lagi !
Keadaan demikian membvat Ong Tiong Yang menghela napas beberapa kali penuh penyesalan. Kalau saja gadis itu memang mau di ajak bicara secara baik2 tentu hal ini akan dapat diselesaikan.
Mengenai parmintaan sigadis yang hendak melakukan perjalanan bersama dengannya, tentu merupakan urusan yang sulit sekali.
Karena sebagai seorang pendeta, dengan tidak leluasa ia akan berjalan dengan seerang gadis secantik itu, ia kuatir kalau nanti menjadi bahan pembicaraan masyarakat. Dan juga memang ia telah memikirkan, kalau ia meluluskan permintaan gadis she Ong itu, dengan demikian dirinya akan dilibat terus oleh nona Ong itu.
Dalam keadaan demikian Ong Tiong Yang memang berada pada kedudukan yang sulit, karenat sebagai seorang pendeta yang memiliki sifat welas asih, dengan sendirinya tidak tega la Melihat gadis itu untuk, mengikutinya terus menerus seperti ekonya saja, tetapi untuk meluluskan permintaan gadis itu agar dia diajak berkelana bersama, juga merupakan suatu permintaan yang sulit untuk diluluskan.
Dalam keadaan seperti ini memang merupakan suatu kejadian yang membuat Ong Tiong Yang berada dalam kedudukan yang benar2 sulit dan juga jadi resah, karena pertama tidak bisa memenuhi permintaan dari gadis tersebut, kedua ia merasa kasihan dan tidak tega melihat gadis she Ong tersebut selalu membuntutinya, karena walaupun bagaimana gadis itu adalah seorang nona, yang masih berusia muda sekali, dengan caranya seperti itu, tentu sigadis she Ong tersebut telah mem-buang2 masa remajanya yang seharusaya disertai dengan kegembiraan.
Setelah melakukao perjalanan belasan lie lagi, ia menoleh kebelakang dan melihat bahwa sigadis masih mengikutinya.
Ong Tiong Yang akhirnya habis sabar, dia melihat bahwa waktu itu mereka tengah berada disebuah lapangan rumput yang luas sekali.
Segera Ong Tiong Yang memutar tubuhnysa, tahu2 Ia melompat gesit sekali, mengejar sigadis, gerakan yang dilakukannya begitu tiba2 sekali karena tubuhnya melompat cepat sekali, dan dalam sekejap mata telah lima tombak jauhnya.
Ong Kiet Mei jang tidak menduga Ong Tiong Yang akan melakukan tindakkan seperti itu, jadi terkejut.
la bermaksud mematar tubuhnya untuk melarikan diri.
Namun baru saja ia memutar tubuhnya dan berlari belasan tombak, Ong Tiong Yang telah berada disebelahnya.
Mempergunakan gerakan yang sangat cepat, tampak Ong Tiong Yang menggerakkan kedua tangannya, tahu2 Ia telah mencekal tangan sigadis.
Gerakan yang dilakukannya itu sangat cepat sekali, apalagi memang kepandaian Ong Tiong Yang jauh berada diatas kepandaian gadis ini. Dengan demikian segera terlihat sigadis tidak bergerak dalam cekalan tangan pendeta ini.
„Nona Ong …… dengarlah….. jangan engkau membawa adatmu seperti itu, dengarlah pinto bicara dulu!” kata Ong Tiong Yang.
Ong Kiet Mei berusaha meronta, namun ia tidak bcrhasil melepaskan cekalan dari pendeta tersebut.
„Lepaskan …., lepaskan aku…. teriak Ong Kiet Mei sambil meronta kuat sekali, berbareng dengan itu, ia mengeluarkan tenaganya untuk melepaskan cekalan tangan si pendeta, gerakannya sangat kuat, tetapi Ong Tiong Yang telah mengerahkan tenaganya, dengan demikian gadis tersebut sama sekali tidak bisa meronta dari cekalannya.
Keadaan seperti ini membuat Ong Kiet Mei jadi terisak menangis.
„Lepaskan…. lepaskan aku !” teriaknya diantara isak tangisnya tersebut.
Ong Tiong Yang menghentakkan keras2, katanya kemudian: „Dengarlah nona Ong…. dengarlah…. !” katanya dengan suara yang nyaring. „Aku hendak bicara dulu denganmu….!”
Ong Kiet Mei memandang kepada tojin itu deagan sorot mata yang digenangi air mata, ber kilat2, katanya: „Apa yang hendak kau katakan lagi aku tidak mau ber-cakap2 dengan engkau lagi…. !”
„Mengapa begitu, nona Ong, bukankah kita bersahabat ?” tanya Ong Tiong Yang.
Sigadis meng-geleng2kan kepalanya sambil tetap menangis.
Sedangkan Ong Tiong Yang berusaha membujuk terus : „Dengarlah nona Ong dengarlah, jika memang kita telah ber-cakap2, tentunya urusan ini bisa diselesaikan…. !”
„Hemm….., jika demikian halnya, tentu berarti engkau menerima permintaaaku untuk ikut berkelana bersama kau?” tanya sigadis tiba2 sambil mengawas Ong Tiong Yang, air matanya masih mengucur keluar.
Ong Tiong Yang berusaha tersenyum, sambil katanya: „Jika memang demokian halnya, mari kita bicara secara baik2, tentu nona mau bukan ?”
Sigadis mengangguk perlahan, dan barulah Ong Tiong Yang melepaskan cekalannya.
Sigadis menghapus air matanya, kemudian tersenyum lebar.
„Akhirnya engkau meluluskan juga permintaanku, Totiang.” kata sigadis. Walaupun air matanya, mengucur cukup deras, namun ia bisa tertawa lebar.
Ong Tiong Yang menghela napas, sebetulnya diwaktu itu ia ingin memberi tahukan pada sigadis, bahwa bukan itu maksudnya mengajak sigadis bicara, bukan bermaksud untuk mengajaknya berkelana bersam tetapi justru mulut Ong Tiong Yang seperti terkunci dan tidak bisa ber-kata2.
Sigadis kamudian telah menghapus kering air matanya, ia tertawa sambil kataaya: „Apa kah kita berangkat “sekarang Totiang ?”
Ong Tong Yang mengangguk : „Mari kita berjalan sambil bercakap katanya.”
Sigadispun mengangguk.
Begitulah mereka berjalan berendeng, Ong Tiong Yang bingung juga mencari kata2 pembukaan untuk menjelaskan segala sesuatunya kepada si gadis.
Sedangkan Ong Kiet Mei waktu itu setelah berdiam, diri beberapa saat, berkata dengan suara parau: „Totiang, bukankah kita jika berkelana bersama, urusan ini melanggar aturan?”
Ong Tiong Yang menghela napas.
„Justru persoalan tersebut yang hendak dikatakan olehku …..!” kata Ong Tiong Yang dengan suara perlahan dan bimbang.
„Pinto ingin mengemukan kepada nona, bahwa sesungguhnya bukan Pinto keberatan uncuk berkelana denganmu, nona Ong. . . . namun…..!”
„Kenapa Totiang?” tanya sigadis.
„Karena urusan ini menyangkut nama baik, maka harus nona mengerti dan mau memahami-nya ….. janganlah nona bersikeras mengambil sikap masa bodoh. Kita harus membicarakan persoalan ini perlahan-lahan, dan tentu akan bisa dicari penyelesaiannya ….!”
Tetapi Ong Kiet Mei berkata dengan suara yang tidak sabar: „sesungguhnya, apakah yang benjak dikatakan oleh Totiang?” katanya.
„Justru yang hendak Pinto kemukakan adalah persoalan itu… Pinto ingin memberi tahukan, betapa kedudukan Pinto sebagai seorang pendeta, jelas tidak akan leluasa jika melakukan perjalanan bersama dengan seorang gadis secantik engkau, nona Ong…! Coba engkau pi
kirkan, apakah perkataan Pinto ini salah….?” Sigadis menghela napas,
„Apakah karena Totiang seorang tojin, maka urusan jadi begitu berbelit, sehingga tidak benar jika melakukan perjalanan bersama denganku?” tanya Ong Kiet Mei.
—oo0oo—
(BERSAMBUNG ke Bagian 61)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar