Kamis, 13 Juni 2013

5 Jagoan Luar Biasa ( BAGIAN 55 )



ONG TIONG YANG berkata: „Dengarlah para Taisu …… kalian memiliki jumlah yang banyak, dan kami hanya berdua, apakah Tai su tidak takut kalau2 nanti ditertawakan oleh orang2 rimba persilatan dengan perbuatan Tai su pada kami itu ?”
„Hemmm, kami memang telah biasa bertempur ber-sama2 walaupun musuh berjumlah banyak atau sedikit. Jika memang kalian ingin menambah jumlah, silahkan, walsupun, tiga puluh orang jumlah kalian, kami tetap hanya akan melayaninya bersepuluh!”

Apa yang dikatakan oleh It Han memang benar, walaupun para pendeta itu menghadapti jumlah lawan yang jauh lebih besar dari mereka, tetap mereka melayaninya dengan bersepuluh saja.
Ong Tiong Yang juga menyadarinya bahwa It Han berkata benar, maka dari itu, ia tidak memiliki alasan untuk menyerang pendeta itu dengan kata-katanya.
Disaat itu Ang Bian telah mendengus sambil berkata : „Jika memang para Tai su tidak bersedia untuk meluluskan peramintaan kami agar pertemuan kami dengau Ong Mie Tu terpaksa kami berlaku kurang ajar ……!”
It Han mengawasi Ong Tiong Yang dan Ang Bian dengan bergantian, sampai akhirnya ia berkata: „Baiklah…. aku akan mempertimbangkan permintaanmu itu, tetapi perlu diketahui, dulu engkau pernah datang menemui kami dengan bertopeng merah itu, dan sekarang engkaupun datang dengan menutupi muka dengan pergunakan topeng merah seperti itu…! Jika memang engkau mau memperlihatkan wajahmu kepada kami, maka kami akan mem-pertimbangkan permintaan Siecu untuk bertemu dengan Ong Mie Tu”
„Mengapa begitu?” tanya Ong Tiong Yang cepat.
„Selama selama Siecu itu berlaku licik dengan bersembunyi-sembunyi seperti itu, bagaimana kami bisa mempercayai penuh padanya….. ?”
„Lalu maksud Taisu ?”
„Jika memang Siecu itu berlaku terbuka dan berterang pada kami, tanpa menutupi wajahnya dengan topeng merahnya tersebut, kami akan memikirkan permintaannya, untuk mempertemukan laogsung dengan Ong MieTu…!
Ang Bian justru mendengar syarat tersebut dengan hati yang bimbang. Ia berdiam diri saja•
Sedangkan Ong Tiong Yang telah menoleh kepada Ang Bian, lalu tanyanya: „Bagaimana Locianpwe?”
Ang Bian memperdengarkan suara “Hemm,” kemudian katanya : „Jika memang itu permintaan kalian, maafkan, aku tidak bisa memenuhi….!”
„Nah Totiang lihat !” kata It Han cepat. Sedangkan permintaan kami untuk melihat wajahnya saja tidak dipenuhi, bagaimana kami bisa memenuhi permintaannya ?”
Ong Tiong Yang menghela napas, lalu katanya kepada Ang Bian
„Locianpwe, lebih bijaksana, jika memang Lociaopwe memenuhi permintaan mereka….!”
Ang Bian hanya memperdengarkan suara „Hemmm.” saja, ia tidak menyahuti sepatah perkataanpun juga.
It Han dan .Jie Han telah memperdengarkan suara tertawa mereka, seperti mengejek. lalu tanyanya kepada Ang Bian: „Bagaimana?” tanya It Han „Apakah engkau bersedia memenuhi permintaan kami?”
Ang Bian benar2 bimbang.
Permintaan pendeta2 tersebut memang cukup pantas, dan jika ia tidak bersedia membuka topeng merahnya, bagaimana pula ia bisa memaksakan keinginannya untuk bertemu dengan Ong Mie Tu?
Bukankah ha1 itu berat sebelah?
Karena berpikir begitu.
Akhirnya ia berkata: „Baiklah aku menolak permintaan, kaliaa untuk membuka topeog merah ini dari mukaku, Akupun tidak akan mendesak kalian mempertemukan aku dengan Ong Mie Tu, cukup jika kalian pergi memberitahukan pada Ong Mie Tu, mengenai kedatanganku, dan tanyakan apakah ia memang benar2 mengambil kitab pusaka itu.
Katakan juga padanya, hal itu ingin kuketahui benar…. !” .
Mendengar jawaban Ang Bian, It Han tertawa.
„Sudah Pinceng katakan, ia mengakui perbuatanuya itu, dan memang dia tidak bersedia untuk mengembalikannya. LJutuk apa menanyakannya lagi…. !”
„Persoalannya lain jika memang kalian mengatakan pertanyaan itu diajukan olehku dan juga menghendaki kejujurannya apakah ia mengambil atau tidak kitab tersebut karena bisa saja terjadi dihadapan kalian ia mengakui telah mengambil kitab pusaka kalian, karena ia mendongkol kalian telah memfitnahnya. Maka dia hanya ruengiyakan saja dan hendak mempermainkan kalian. Sekarang pergilah salah seorang diantara kalian menanyakan padanya, katakan aku yang menghendaki jawabannya yang jujur, apakah ia benar mengambil kitab pusaka itu atau memang ia hanya berdusta !”
It Hin dan kesembilan saudara sepergruannya telah saling pandang, sampai akhirnya mereka saling mengangguk.
Maka It Han, memutar tubuhnya.
Ia telah melangkah masuk kedalam kuil.
Sedangkan kesembilan pendeta laiannya, Jie Han, Sam Han, Sie Han, Go Han, Liok Han, Cit Han, Peh Han dan Kiu Han maupun Cap Han telah mengambil sikap mengepung, bersiap sedia, karena sembarang waktu jika memang Ang Bian melakukan gerakan yang mencurigakan, mereka akan segera mengepungnya kembali.
Cukup lama It Han pergi kedalam kuil sam.pai akhirnya ia telah muncul kembali. Baru saja kakinya melangkah keluar dari pintu kuil ia telah berkata: „Ia memang mengakui kitab pusaka itu telah diambilnya……! Dan iapun mengatakan hendak bicara langsung danganmu Siecu, untuk mengutarakan sesuatu…..!”
„Hemm, jadi Taisu mengijinkan kami bertemu?” tanya Ang Bian.
It Han menggelengkan kepalanya perlahan sambil katanya: „Tidak, selain jika Siecu mau membuka topeng merah itu dari muka Siecu maka kami akan mempersilahkan engkau bertemu dengannya…!”
Waktu itu Ang Bian berdiri bimbang, Ong Tiong Yang mendesak-nya: „Sudahlah Locianpwe, engkau penuhi saja permintaan para Tai su itu !”
Ang Bian sejenak, berdiri bimbang, namun akhirnya mengangguk sambil katanya: „Baiklah, dan kedua tangannya telah diulurkan untuk membuka topeng merah yang menutupi wajahnya.
—oo0oo—
Disaat itu dari arah selatan telah berlari sesosok tubuh dengan gerakan yang cepat sekali. Gerakan orang itu lincah dan gesit, dalam sekejab mata telah tiba didepan kuil itu, sambil mengeluarkan suara bentakan : .„Kebetulan para keledai gundul….aku akan membalas sakit hati ayahku yang telah ditahan oleh kalian ……!”
Waktu semua mata memandang pada sosok tubuh itu, tidak lain hanya seorang gadis berusia dua puluh tahun, memakai baju warna hijau dan berangkin merah. Wajahnya cantik dan menarik sekali dengan sepasang alis yang melengkung bagaikan bulan-sabit dan bibir yang kecil mungil.
Dia mencekal sebatang pedang ditangan kanannya dan telah memandang kepada It Han dan pendeta lainnya dengan , sorot mata yang tajam.
Ang Bian jadi batal membuka topeng merahnya, ia telah berkata dengan suara girang: „Aha, kiranya Qng Siocia (nona Ong)….” dan ia memapaknya.
Gadis itu waktu melibat Ang Bian, jadi tersenyum juga.
„Ang Bian Lopeh (paman Ang Bian engkau berada disini juga ?” tanyanya.
Ang Bian mengangguk.
„Ya, untuk menolongi ayahmu…”
„Terima kasih Ang Bian Lopeh akupun datang …. hendak mem-balaskan sakit hati ayahku…!”
„Tetapi nona Ong, kepandaianmu masih berada dibawah kepandaian para pendeta jahat ini, biarlah aku saja yang berurusan dengan mereka !”
„Biarlah Ang Bian Lopeh, aku akan mempertaruhkan jiwaku untuk membela ayahku..!” dan sambil berkata begitu, Ong Siocia telah membolang balingkan pedangnya, ber-siap2 hendak, melancarkan serangan kepada kesepuluh pendeta tersebut.
Namun Ang Bian cepat sekali dapat mencegahnya, ia melompat kedepan sigadis dan mencekal tangannya.
„Jangan berlaku ceroboh !” kata Ang Bian, lika memang engkau ingin ikut serta membebaskan ayahmu, maka kelak saja….biarkan saja aku dulu yang mengurusnya !”
Si gadis tampaknya bimbang, namun akhir nya ia mau juga menuruti cegahan Ang Bian.
Waktu itu It Han sambil memperdengarkan suara tertawa mengejek, telah bertanya: „Bagaimana, apakah Siecu memenuhi permintaan kami ?”
Ang Bian menggeleng.
„Tidak!, biarlah aku berusaha membuka kepungan kalian. Kita mengadakan perjanjian, jika memang aku berhasil menerobos keluar dari kepungan kalian aku menang dan memiliki hak ku untuk bertemu dengan Ong Mie Tu. Apakah kalian menyetujuinya?”
It Han bimbang, tetapi Sam Han tetah mengiyakan dengan cepat.
„Boleh… boleh saja…!” kata Sam Han. Jika memang engkau benar2 bisa menerobos keluar dari kepungan kami,engkau akan kami ijinkan untuk bertemu dengan Ong Mio Tu…!”
Ang Bian jadi terbangun semangatnya ia menoleh kepada Ong Tiong Yang dan sigadis she Ong itu meminta mereka agar menyingkir kepinggir.
Ong Tiong Yang menghela napas dan telah menuruti permintaan Ang Bian.
Begitu juga sigadis she Ong itu.
Ang Bian telah mulai melompat kesana kemari menerjang kesepuluh pendeta tersebut juga telah mengurung diri Ang Bian dengan ketat.
Kesepuluh pendeta tersebut bisa bekerja sama dengan baik, mereka telah berhasil membuat Ang’ Bian selalu terkurung dalam barisan mereka. Karena setiap kali diantara salah seorang dari mereka tengah diserang oleh Ang Bian, maka yang lainnya segera melancarkan serangan kepada Ang Bian. Dengan demikian telah membuat Ang Bian jadi sibuk sekali untuk mengelakkan diri.
Jurus demi jurus telah lewat dan selama itu Ang Bian tidak bisa menerobos keluar dari kepungan para pendeta tersebut.
Tampak It Han dan Jie Han selalu memberikan petunjuk kepada saudara2 seperguruan mereka, pintu2 mana yang harus mereka duduki. Dengan demikian, membuat Ang Bian selalu terkepung rapat sekali.
Selama Ang Bian bertempur dengan kesepuluh pendeta tersebut, tampak sigadis she Ong telah menoleh memandangi Ong Tiong Yang dan bertanya dengan suara ingin mengetahui : „Sesungguhnya siapakah adanya Totiang……. apakah Totiang datang bersama dengan Ang Bian Lopeh untuk menolongi ayahku ?”
Ong Tiong Yang segera memperkenalkan namanya dan telah membenarkan pertanyaan si gadis.
„Terima kasih atas maksud baik Totiang!” ia berkata kemudian, sambil menjura kepada Ong Tiong Yang.
Ong Tiong Yang jadi sibuk membalasnya.
„Jangan banyak peradatan seperti itu nona, dalam hal ini memang Pinto hanya bersedia membantu Ang Bian Locianpwe untuk menyelesaikan urusan yang benar !”
Sigadis she Ong itu mengiyakan, dan ia menghela napas, wajahnya yang canfik itu ke mudian berobah jadi muram, dan katanya: „Jika memang demikian halnya, tentunya Totiang telah mengalami kesulitan dari kesepuluh pendeta itu, bukau?”
„Ya, memang persoalannya tidak mudah diselesaikan…!”
Sayang sekali dipihak para pendeia tersebut tidak ada pengertian untuk memberikan kesempatan pada kau bertemu laugsung dengan Ong Mie Tu Locianpwe…. dan juga juga …. Ang Bian Locianpwe tampaknya memilki suatu keberatan untuk membuka topeng mukanya itu….!”
„Mengapa begitu?” tanya sigadis heran.
„Kalau memang Ang Bian Locianpwe bersedia membuka topeng merahnya tersebut. maka para pendeta itu akan meogijinkan kami bertemu dengan Ong Mie To Locianpwe…. tetapi sayangnya Ang Bian Locianpwe seperti memiliki suatu kesulitan, sebingga ia tidak bersedia membuka topengnya itu !” dan setelah berkata begitu Ong Tiong Yang menghela nafas dalam-dalam lalu mengawasi jalannya pertempuran.
Ang Bian saat itu tengah sibuk sekait melayani serangan2 para pendeta itu yang kian lama, kian gencar dan kuat. Para pendeta ttu, juga memiliki kerja sama yang baik sekali, karena mewang mereka rupanya telah cukup matang melatih ilmu silat mereka secara teratur dan bersama-sama.
Sedangkan sinkang mereka juga rata2 sangat tinggi tidak berada disebelah bawah dari sinkang yang dimiliki Ang Bian. tulah sebabnya, semakin lama Ang Bian jadi semakin terdesak hebat.
Suatu kali, bahu Ang Bian terkena serangan kepalan tangan Sie Han, dimana tampak tubuh Ang Bian terhuyung akan rubuh.
Tetapi karena tenaga sinkang Ang Bian sangat tinggi maka dengan sendirinya ia bisa mempertahankan kuda2 kedua kakinya.
Namun Sie Han dan Cit Han telah menerjang lagi sambil menggerakkan tangan mereka, memaksa Ang Bian harus melompat mundur mengelakkan diri. Jika tidak, tentu ia akan terserang lagi.
Belum sampai ia berdiri tetap dirinya telah diincar oleh tangan Go Han dan Liok Han yang akan mencengkeram pinggang dan juga bahunya, terpaksa Ang Bian berkelebat kesana kemari dengan cepat.
Dalam keadaan seperti ini, Ong Tiong Yang tidak bisa berdiam diri. Walaupun ia memiliki kepandaian yang berada dibawah Ang Bian namun se-tidak2aya tentu saja bantuan yang di berikannya akan memiliki arti yang besar buat Ang Bian.
Dengan menjejakkan kedua kakinya, tampak Ong Tiong Yang melompat ketengah udara dan tubuhnya meluncur kedalam lingkaran pertempuran tersebut.
Gerakannya gesit, bergerak meluncur turun Ong Tiong Yang mengebutkan Hudtimnya
Gerakan yang dilakukan Ong Tiong Yang rupanya mengejutkan kesepuluh pendeta tersebut, karena Ong Tiong Yang menerjang dari bagian atas.
Dan tanpa disengaja, justru Ong Tiong Yang jadi mengetahui bahwa bagian terlemah dari pendeta2 tersebut adalah bagian atas kepala mereka. Penjagaan mereka untuk bagian bawah mulai dari bahu sampai kekaki sangat kuat, tapi justru penjagaan mereka dibagian atas agak lemah.
Melihat ini, Ong Tiong Yang yang cerdas sekali telah berteriak: „Ang Bian Locianpwe, serang bagian atas sambil melompat….!”
—oo0oo—
(Bersambung ke bagian 56)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Popular On Relatemein