Rabu, 12 Juni 2013

5 Jagoan Luar Biasa ( BAGIAN 41 PEMUDA BERBAJU KUNING )



ONG TIONG YANG bangkit dari duduknya, kemudian melangkah kedekat meja pemuda berbaju kuning itu.
Sekilas ia melirik kepada Lie Siu Mie, terhyata sigadis tengah melangkah meninggalkan ruang rumah makan tersebut.
Ong Tiong Yang telah merangkapkan kedua tangannya memberi hormat kepada pemuda baju kuning itu, membuat pemuda itu jadi terkejut dan cepat2 melompat bangun dan membalas hormat dari pendeta ini.
„Maafkan Pinto mengganggu sebentar….!” kata Ong Tiong Yang.

Pemuda itu mengangguk dengan ramah, kemudian katanya dengan suara yang sabar: „Siapakah totiang…….. apakah kita pernah bertemu ….. maafkan aku seperti lupa segalanya…….!”
Mendengar sampai disitu, Ong Tiong Yang tersenyum, ia berkata: „Apakah Hengtai (saudara) yang bernama Auwyang Hong ?”
„Ihhh….. !” seru pemuda baju kuning itu mengandung keterkejutan.
Sedangkan Ong Tiong Yang tetap yakin bahwa pemuda ini benar2 bernama Auwyang Hong. „Bolehkah Pinto mengganggu Hengtai sejenak?” tanyanya.
„Ya….,ya boleh……!” sahut pemuda itu.
„Tetapi tunggu dulu, totiang darimana totiang mengetahui she dan namaku begitu jelas?”
„Pinto diberitahukan oleh seseorang” menjelaskan Ong Tiong Yang.
„Justru Pinto menemui Hengtai akan menyampaikan seauatu…….!” “
„Mengetahui dari seseorang ? Siapakah orang itu?” tanya Auwyang Hong tidak sabar.
„Sabar, nanti Hengtai akan lekas mengetahuinya!” kata Ong Tiong Yang.
„Bolehkah Pinto duduk bersama dengan Hengtai ?”
„Oh silahkan…., silahkan…..!”kata Auwyang Hong cepat.
„Maafkanlah, karena heran, sampai aku lupa untuk mengundang duduk pada Totiang…!”
Ong Tiong Yang duduk disebuah kursi yang berhadapan dengan pemuda itu, kemudian katanya dengan sabar: „Beberapa waktu yang lalu Pinto bertemu dengan se seorang dan justru orang itu telah memberitahukan bahwa nama Hengtai adalah Auwyang Hong.
„Memang benar namaku Auwyang Hong, dan bolehkah Siauwte (adik) mengetahui siapakah nama orang yang memberitahukan Totiang mengenai namaku itu? Dan juga siapa& Totiang?
Ong Tiong Yang tersenyum.
„Pinto bernama Ong Tiong Yang…!” menjelaskan pendeta ini.
„Ohh……..!” dan Auwyang Hong mengawasi dengan penuh tanda tanya pada pendeta ini.
„Dan mengenai nama orang yang memberi tahukan prihal diri Hengtai, adalah……l”
„Siapa dia, Totiang? tanya Auwyang Hong tidak sabar.
„Dia itu seorang gadis ……!”
„Seorang gadis?”
„Siapa dia?”
„Dia mengaku she Lie…..!”
Kedua alis Auwyang Hong jadi mengkerut dalam2, ia tampak berpikir keras.
„Siapakah namanya?” tanya Auwyang Hong kemudian.
„Aku rasanya tidak memiliki kenalan seorang gadis she Lie ……..!”
„Oh …” Ong Tiong Yang mengawasi Auwyang Hong dengan sinar mata yang agak tajam, kemudian katanya: „Apakah memang benar2 Hengtai tidak kenal seorang nona yang bernama Lie Siu Mei….?”
„Disebut namanya Lie Siu Mei, wajah Auwyang Hong jadi berobah, dan kemudian berkata: Jika memang gadis itu…..kukira …….. ku kira aku memang mengenalnya…… tetapi itu terjadi baru beberapa saat yang lalu.
Kapankah Totiang bertemu dengan gadis itu?”
Ia …. ia tadi memberitahukan-ku, bahwa ia yang bernama Auwyang Hong tampaknya, nona itu terlalu memperhatikan keadaan anda……..!”
“Kembali Auwyang Hong berobah, agak memerah karena likat.
„Totiang jadi bergurau,” katanya kemudian.
„Justru . . !”
„Justru kenapa? tanya Ong Tiong Yang tertarik sekali.
„Justru beberapa waktu yang lalu kami telah bertemu dan bertengkar, malah gadis she Lie itu bermaksud untuk membinasakan diriku!”
„Ohhhh………. !”
„Dan ia telah melancarkan sera-ngan2 yang mematikan, untung saja aku bisa meloloskan diri dari tangannya dan berhasil melarikan diri…….!”
„Oh……..!” sekali lagi Ong Tiong Yang terce……ngang, karena sama sekali ia tidak menyangka bahwa Lie Siu Mei merupakan lawan dari Auwyang Hong.
„Apakah gadis itu tidak menceritakan kepada totiang bahwa kami memang telah bertempur satu dengan yang lainnya ?” tanya Auwyang Hong.
Ong Tiong Yang menggeleng.
„Pinto Pinto tidak tahu menahu hal itu……!” katanya agak gugup.
„Apakah totiang sahabatnya ?” tanya Auwyang Hong lagi sambil mengawasi tojin itu dengan sorot mata yang tajam.
Kembali Ong Tiong Yang telah menggelengkan kepalanya.”
„Bukan….” sahutnya.
„Dan maksud kedatangan totiang hendak menemuiku ?” tanya Auwyang Hong sambil tetap mengawasi pendeta itu.
Disaat itu Ong Tiong Yang sudah tidak bisa berdusta.
la murid dari sebuah pintu perguruan yang lurus selamanya belum pernah ber dusta. Maka kali inipun ia tidak bisa berdusta, tertebih lagi keterangan yang diberikan sigadis ternyata berlainan dengan kenyataan yang ada.
Maka ia segera menceritakan urusan itu sebenarnya.
Auwyang Hong yang mendengar hal ini jadi tertawa agak keras, rupanya ia menganggap urusan itu merupakan urusan yang lucu.
„Kalau memang demikian,” kata Auwyang Hong kemudian „Totiang telah diperalat oleh sigadis itu……..!”
„Aku diperalat oleh gadis itu ?” tanya Ong Tiong Yang tidak mengerti.
„Ya, Totiang diperalat hanya sekedar untuk memperoleh keterangan dari mulutku…….!” sahut Auwyang Hong.
„Tetapi gadis itu memang sungguh2 menaruh perhatian kepada Auwyang.
„Hengtai….!” menegaskan Ong Tiong Yang.
„Mengapa Totiang bisa mengetahui hal-itu dengan pasti ?” tanya Auwyang Hong.
Ong Tiong Yang jadi gugup. „Ini….. ini…..!” katanya dengan suara yang gugup.
„Bukankah menurut pengakuan totiang baru pertama kali bertemu dengan gadis itu?” tanya Auwyang Hong.
Ong Tiong Yang mengangguk.
„Benar ……. tetapi dalam waktu yang singkat itu justru Pinto melihatnya betapa gadis itu memang benar2 menaruh perhatian kepadamu Hengtai……..!” kata Ong Tiong Yang.
„Mengapa begitu ?”
„Karena sebelum Hengtai datang kerumah ini, justru ia telah menjelaskan kepada Pinto bahwa ia tengah mencari jejak Hengtai, karena ia…., ia terlalu memperhatikan Hengtai, bahkan menurut pengakuannya, dia adaIah sahabat Auwyang Hengtai……!”
Mendengar perkataan Ong Tiong Yang seperti itu Auwyang Hung tersenyum, dan kemudian berketa dengan suara yang pasti: „Aku tidak yakin gadis itu memperhatikan diriku, karena ia sebelumnya bersikeras hendak membinasakan diriku…….!”
„Mengapa begitu ?, tentunya terdapat suatu kesalah pahaman ?” tanya Ong Tiong Yang.
Gadis itu menuduh bahwa aku telah mencuri sesuatu barangnya, tetapi aku merasa tak pernah mencuri barangnya dan aku tentu saja membantahnya …….. tetapi justru gadis she Lie itu tetap dengan tuduhannya, bahkan ia tetah melancarkan serangan dengan ilmu pedangnya. Memang aku bisa memberikan perlawanan, namun jika aku mempergunakan kekerasan, jelas akan membuat gadis itu terluka bukankah jika memang hal ini terjadi harus dibuat sayang dimana gadis secantik itu harus terluka ditanganku ……….. ?”
Ong Tiong Yang tidak segera menyahuti, ia berdiam diri sejenak, kemudian mengangguk.
„Ya. . .. memang tampaknya Hengtai memiliki kepandaian yang tinggi. Nona Lie Siu Mei juga mengatakan, disamping Hengtai memiliki kepandaian yang tinggi, juga memiliki watak dan sifat yang angkuh …….!”
—oo0oo—
Tiba-tiba terdngar suara yang dingin mengandung ejakan : „Hemmm……, meributi segala urusan wanita, pemuda tidak tahu malu dan imam hidung kerbau yang me nyeleweng………nah, tentu kena sekali dan cocok!”
Begitu terdengar suara dingin itu, ternyata suara Sie Hun Bian Bian Kie Liang, ia telah tidak sabar rupanya mendengar percakapan yang berlangsung antara Auwyang Hong dan Ong Tiong Yang.
Bian Kie Liang berkata lagi dengan dingin dan sikapnya yang ugal-ugalan: „Kalian memang berusia masih muda, tapi tidak bisa kalian seenaknja membicarakan uruasan seorang gadis begitu saja…….!” setelah berkata, dengan cepat ia ulurkan tangannya, ia memegang tepi meja dan menjungkir b likan meja itu, membuat Auwyang Hong dan Ong Tiong Yang cepat-cepat menjejakkan kakinya, tubuhnya telah melompat ringan sekali.
Dicaat itu Ong Tiong Yang berkata dengan perasaan tidak senang: „Bian Sie-cu, mengapa kau begitu usil ?” katanya begitu, tampak Bian Kie Liang mengeluarkan suara tawa dingin, ia berkata l: „Hemm……, engkau tidak perlu berkata dan pura2 bertanya seperti orang tolol……. urusan mu denganku masih belum selesai…….. mari, mari, mari; kita selesaikan………!”
Ong Tiong Yang jadi semakin tidak menyukai Iaki2 ubal2an ini, ia juga tidak jeri walaupun mengetahui bahwa Bian Kie Liang memiliki kepandaian sempurna.
Namun belum lagi ia menyahuti, justru Auwyang Hong teIah mendahuluinya berkata : „Lelaki tua bangka, terlalu kurang ajar, kita belum pernah saling kenal, tetapi mengapa mejaku kau balikan seperti itu ?”
Ban Kie Liang tertawa mengejek, ia mendengus dengan sikap yang sinis.
„Engkau tidak perlu banyak rewel anak muda, nanti mulutmu akan kurobek. . .!”
Auwyang Hong dengan suara bearnada tidak senang : „Baik…, baik…, aku Justru jadi tertarik sekali …….. apakah engkau benar-benar bisa merobek Mululku ……?” ‘
Dengan tidak membuang waktu lagi tampak Bian Kie Liang menggerakkan kedua tangannya; dan mengeluarkan suara seruan sambil melancarkan serangan, kedua tangannya itu bergerak disertai oleh kekuatan tenaga lwekang, maka angin serangan tersebut-berkesiuran dengan cepat sekali.
Tetapi Auwyang Hong juga bukan pemuda sembarangan, ia telah mengelakkan serangan yang dilancarkan Bian Kie Liang dengan gerakan lincah dan mudah.
Gerakan tangan Auwyang Hong secepat kilat itu memang tidak pernah diduga oleh Bian Kie Liang, mengingat bahwa usia pemuda tersebut mungkin baru dua puluh tahun.
Auwyang Hong memang berusia masib muda samun ia berani dan tabah sekali.
Disamping itu dengan gerakan yang aneh tangan kanannya diulurkan untuk menotok, dan tangan kirinya menghantam perut Bian Kie Liang.
„Ihhh……..,” Bian Kie liang mengeluarkan suara seruan tertahan.
la telah melompat mundur sambil mengibaskan tangannya.
Namun tidak urung tubuh Bian Kie Liang terhuyung oleh dorongan tenaga Auwyang Hong.
„Tahan……..!” bentak Bian Kie Liang dengan suara nyaring.
Auwyang Hong yang semula hendak melancarkan serangan berikutnya, jadi menahan gerakan tangannya.
„Hemmm……, engkau seorang tua keladi tidak tahu adat, apa yang hendak kau, katakan?” tegur Auwyang Hong.
„Apakah engkau murid dari pendekar tua Lo Sin ?” tanya Bian Kie Lang penasaran.
Auwyahg Hong jadi terdiam sejensk, ia tertegun, tetapi kemudian mengangguk pula.
„Benar …..!” sahutnya.
Tiba2 muka Bian Kie Liang jadi berobah, ia telah memandang dengan muka yang bengis.
„Dimana situa bangka Lo Sin itu?” tanyanya dengan suara mengandung ancaman.
Auwyang Hong melihat sikap Bian Kie Liang,
mengetahui bahwa orang itu bukan sahabat gurunya, maka ia menyahut dingin.
„Mau apa kau menanyakan guruku …..?”
„Aku bertanya, dimana kini beradanya situa bangka Lo Sin ?” bentak Bian Kie Liang.
„Hemmm…, enak saja kau bercaaya dengan membentak seperti itu ……apa yang kau inginkan ? Jika memang aku tidak memberitahukan apa yang hendak kau lakukan ?”
Muka Bian Kie Liang telah berobah jadi bengis sekali, ia berkata dingin: „Jika benar engkau tidak mau mengatakannya, aku akan memaksanya……..!”
Auwyang Hong tertawa dingin, katanya tawar: „Coba jika memang engkau bisa melakukannya. ..!” tantangnya.
Benar-benar Auwyang Hong seorang pemuda yang amat berani, karena ia telah menantang begitu dengan sikap tidak mengenal takut dan gentar.
—oo0oo—
(Bersambung Ke Bagian 42)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Popular On Relatemein