Lauw Cie Lan berdiam diri lagi sejenak lamanya, sampai akhirnya,muka wanita tua ini berobah berseri-seri gembira.
„Bagus…….! Bagus………! Kalau begitu bagaimana jika kita mengambil anak ini menjadi murid kita… ?”
Lu Liang Cwan telah mengangguk cepat.
„Tepat…….! Akupun memang berpikir begitu!”
Lauw Cie Lan telah menoleh kepada Oey Yok Su, tanyanya : „Engko kecil, nasibmu memang baik sekali”, dan dia telah menatap tajam, sambil katanya lagi: „Engkau memiliki bakat yang baik, juga sangat cerdas sekali, kami bermaksud akan mengambil kau menjadi murid kami…….!”
Oey Yok Su jadi berdiri tertegun, hatinya bimbang bukan main.
„Mengapa engkau tidak cepat-cepat mengucapkan terima kasihmu kepada kami ?” tegur Lauw Cie Lan waktu melihat anak itu berdiam diri saja.
Oey Yok Su menggelengkan kepalanya perlahan, kemudian katanya: „Kukira hal itu tidak mungkin…….!”
„Tidak mungkin……?” tanya Lauw Cie Lan sambil menatap tajam.
„Kenapa…….?”
„Aku telah memiliki seorang guru dan tidak mungkin aku akan mengangkat guru lagi pada orang lain……..!”
„Siapa gurumu……..?” tanya Lauw Cie Lan.
„Dialah situa bangka Tang Cun Liang…..!” menyelak Lu Liang Cwan.
„Yang menjadi tocu dari Tho Hoa To……..!”
„Hemm, situa bangka she Tang itu ?” tanya Lauw Cie Lan. „Pantas…..! Pantas…..!”
„Kenapa pantas…..?” tanya Lu Liang Cwan sambil mengawasi si Dewi Api, bekas lawannya itu.
„Pantas anak ini memiliki kepandaian yang lumayan tingginya, rupanya dia murid dari tua bangka she Tang itu !” kata Lauw Cie Lan.
„Dan sekarang bagaimana ? Apakah kita tetap akan mengangkat anak ini mendjadi murid kita ?” tanya Lu Liang Cwan.
„Terserah kepada anak itu, karena jika kita tetap bermaksud mengambilnya menjadi murid kita, namun dia keberatan dan menolaknya, tentu hal itu juga akan sia-sia belaka, maka tidak mungkin kita memaksanya…….!”
„Oh, itu mudah saja diatasi…….!” kata Lu Liang Cwan cepat.
„Anak ini harus mau dan bersedia menjadi murid kita, jika dia menolak, beginikan saja, ngokkk…….!” sambil berkata begitu, tangan Lu Liang Cwan diletakkan melintang dilehernya, dia memperlihatkan sikap seperti potong leher.
„Kita potong lehernya…….!” tambah Lu Liang Cwan lagi.
Hati Oey Yok Su jadi tercekat kaget, karena ia tidak menyangka Lu Liang Cwan akan berkata begitu.
„Hemm…..”, mendengus Lauw Cie Lan dengan suara mendesis.
„Jika kita membunuh anak itu, memang itu merupakan urusan yang mudah.
Tetapi bagaimana nanti kita bisa menentukan bahwa kepandaian kita merupakan kepandaian yang tertinggi diantara jago-jago lainnya ?
Bukankah jika anak ini menjadi murid kita, dan dia pergi mengembara, lalu mempergunakan kepandaian kita untuk menempur para jago-jago dalam rimba persilatan, akan memperlihatkan bahwa kepandaian kita berdua merupakan kepandaian yang tertinggi……..?”
Mendengar pertanyaan yang diajukan oleh Lauw Cie Lan, Lu Liang Cwan telah berdiam diri sejenak lamanya, tampaknya dia bingung mencari jawabannya.
Sedangkan Oey Yok Su telah berkata : „Aku tidak bisa mengangkat kalian menjadi guruku, karena sebelumnya aku telah mengangkat insu Tang Cun Liang menjadi guruku, maka walaupun bagaimana aku tidak bisa melanggar peraturan yang ada dan menjadi murid yang durhaka………! “
„Ah, itu hanya peraturan yang tidak ada artinya buat kami, bukankah engkau sendiri rnengatakan bahwa Tang Cun Liang telah mampus.
„Memang suhu telah meninggal dunia, tetapi aku tidak bisa mendurhakainya…!” menyahuti Oey Yok Su.
„Hemm….., memang demikian halnya, baiklah! Kami akan mengajari engkau segala macam ilmu yang kami miliki, tetapi tidak perlu, kau mengikat guru kepada kami…… cukup asal engkau mempelajari semua ilmu kami itu baik-baik……. bagaimana tua bangka she Lu, apakah engkau setuju dengan saranku ?”
Lu Liang Cwan tampak tengah berpikir sejenak lamanya, dia sulit sekali men jawab.
„Mengapa engkau bengong-bengong begitu saja seperti orang tolol ?” tanya Lauw Cie Lan yang jadi tidak senang melihat sikap Lu Liang Cwan.
„Aku tidak rela jika mengajari dia ilmuku, karena dia tidak bersedia mengangkat kita menjadi gurunya ! Bukankah jika nanti ada orang yang bertanya siapa gurunya, maka anak itu akan menyahutinya bahwa gurunya adalah Tang Cun Liang, dan kepandaiannya yang dimilikinya itu sebagai kepandaian yang diwarisi oleh Tang Cun Liang…….!”.
„Benar juga apa yang kau katakan itu, tua bangka she Lu !” kata Lauw Cie Lan.
„Lalu, apa yang harus kita lakukan ?”
„Jiewie cianpwe (orang tua berdua), sesungguhnya akupun tidak mengharapkan bisa menjadi murid kalian, dan tidak berhasrat pula ingin memiliki kepandaian kalian…!” memotong Oey Yok Su waktu kedua orang tokoh sakti itu seperti jadi bingung oleh keadaan seperti itu.
„Jadi kau memang benar-benar menolak keinginan kami ?” tanya Lu Liang Cwan, suaranya meninggi dan matanya memancarkan sinar yang tajam.
„Terpaksa locianpwe…….aku bukan tidak ingin memiliki kepandaian locianpwe, tetapi justru hal itu membuat kedudukanku jadi sulit !”
„Jika memang demikian, engkau jangan harap bisa meninggalkan pulau ini….. dan juga, jika engkau tetap tidak bersedia menjadi murid kami, kami berdua akan meninggalkan engkau seorang diri berdiam dipulau ini. Aku mau lihat apakah engkau akan menjadi kakek-kakek yang memiliki ilmu atau tidak nantinya……..!”
Mendengar perkataan Lu Liang Cwan tubuh Oey Yok Su jadi tergetar.
Sebelumnya, waktu pertama kali ia tiba dipulau ini, bukankah Lu Liang Cwan memang telah bermaksud merampas kapalnya ?
Dan jika memang Lu Liang Cwan dan Dewi Api Lauw Cie Lan meninggalkannya dipulau ini seorang diri, bukankah itu merupakan siksaan baginya ?
Memang sebelumnya dia telah biasa hidup menyendiri dipulau Tho Hoa To, tetapi lain keadaannya dengan pulau ini.
Di Tho Hoa To segalanya telah terliwat dan teratur, tetapi pulau ini justru merupakan pulau yang tidak teratur dan juga begitu penuh oleh hutan-hutan dan tempat tempat yang tidak terawat.
Maka diam-diam Oey Yok Su jadi berpikir keras.
„Engkau masih tetap dengan keputusanmu ?” tanya Lu Liang Cwan dengan suara yang tajam, sambil mengawasi anak itu dengan mata yang berkilat.
Oey Yok.Su tidak bisa menyahuti.
Lauw Cie Lan telah tertawa.
„Tua bangka she Lu, engkau jangan menakut-nakuti anak itu, tentu saja dia semakin tidak bersedia menjadi murid kita……!”
„Lalu kita harus mempergunakan cara apa untuk memaksa dia menjadi murid kita…?” tanya Lu Liang Cwan kemudian.
„Kita biarkan saja dia memikirkan hal ini selama beberapa hari, mudah-mudahan saja pikirannya berobah dan bersedia menjadi murid.
Lu Liang Cwan sudah tidak memiliki jalan lain, maka dia hanya mengangguk saja mengiyakan.
Begitulah, Oey Yok Su masih menetap dipulau tersebut selama beberapa hari bersama-sama dengan Lu Liang Cwan dan Lauw Cie Lan.
Saat itu, Oey Yok Su selalu tertekan perasaannya.
Dia mana bersedia menjadi murid dari kedua tokoh sakti yang aneh adatnya ini?
Memang ia melihatnya bahwa kedua tokoh sakti ini memiliki kepandaian yang luar biasa, jika ia menjadi muridnya tentu ia bisa memperoleh tambahan kepandaian yang luar biasa, tetapi justru perangai dari kedua orang tersebut yang telah membuat Oey Yok Su jadi tidak bersedia menjadi muridnya.
Selang dua hari, Lu Liang Cwan tampaknya sudah tidak sabar, dia mendesak lagi pada Oey Yok Su.
Tetapi Oey Yok Su tetap dengan pendiriannya, tidak mau menjadi murid kedua orang itu.
„Baiklah jika memang dernikian”, kata Lu Liang Cwan yang habis sabar.
„Aku akan membinasakan engkau saja…….!”
Dan setelah berkata begitu, ia mengayunkan tangannya akan menempeleng kepala Oey Yok Su.
Namun Oey Yok Su mana mau tinggal diam ?
Dengan cepat dia telah menangkisnya dengan mempergunakan tangan kanan.
„Dukk…. !” dua kekuatan telah saling bentur keras sekali.
„Ihh…….!” kembali Lu Liang Cwan mengeluarkan seruan kaget, seperti waktu pertama kali ia bertemu dengan Oey Yok Su dan mereka bertempur.
Dia memperoleh kenyataan selain gerakan Oey Yok Su lebih gesit, juga tenaga dalamnya telah jauh lebih matang dan lebih……..tinggi dari sebelumnya.
Sedangkan Oey Yok Su sendiri merasakan pergelangan tangannya yang tadi diguna-kan untuk membentur tangan Lu Liang Cwan sakit sekali, namun pemuda ini tidak meringis memperlihatkan perasaan sakitnya itu, dia hanya berdiam diri saja.
„Kau masih tetap membandel dan tidak mau menerima kami menjadi gurumu ?
Tahukah engkau, bahwa penolakanmu itu merupakan penghinaan besar buat kami?” bentak Lu Liang Cwan lagi.
„Tetapi sayangnya diantara kita memang tidak ada jodoh !” sahut Oey Yok Su.
„Karena aku telah menjadi murid Tang Cun Liang Insu…….!”
„Hemm……., aku tidak mau memperdulikan siapa itu Tang Cun Liang ……. yang terpenting. sekarang engkau bersedia menjadi murid kami atau tidak ?”
Oey Yok Su jadi serba salah.
Untuk menghadapi Lu Liang Cwan saja dia belum tentu bisa menandinginya, apa lagi jika memang harus menghadapi dengan serentak dua orang lawan yang sakti seperti Lu Liang Cwan dan Lauw Cie Lan.
„Bagaimana ……. ?” tegur Lu-Liang Cwan lagi.
„Sudahlah …….., jika memang dia tidak mau menjadi murid kita, untuk apa kita paksa-paksa…!” kata Lauw Cie Lan.
Waktu itu tampak Oey Yok Su telah menghela napas sambil berkata: „Jiewie locianpwe, aku sangat menghormati kalian…… dan walaupun tidak menjadi murid kalian, tetapi memang aku akan mengingatnya bahwa aku pernah menerima ilmu dari kalian.
Bukankah selama belasan hari kalian berdua telah mengajari aku segala ilmu silat yang terhebat dari kalian…”
Mendengar perkataan Oey Yok Su, Lu Liang Cwan berdua dengan Lauw Cie Lan jadi heran.
„Kapan kami pernah mengajari kau ilmu silat ?” tanya Lu Liang Cwan.
„Waktu kalian bertanding……!” sahut Oey Yok Su.
Kedua orang itu seperti baru tersadar, dan kemudian Lu Liang Cwan dengan sorot mata setengah tidak percaya telah bertanya :„Apakah engkau telah berhasil meaguasai semua ilmu yang kami ajarkan itu ?”
Oey Yok Su mengangguk.
„Ya…!” sahutnya.
„Aku telah berhasil menguasai semua jurus itu…tidak satu juruspun yang terlupa !”
„Coba kau bawakan dihadapan kami……!” minta Lu Liang Cwan penasaran dan tidak mau mempercayai apa yang dikatakan oleh Oey Yok Su.
„Ya, coba kau bawakan dihadapan kami jurus-jurus kami yang telah berhasil engkau kuasai itu…!” kata Lauw Cie Lan juga.
Oey Yok Su mengiyakan, dan dia mulai bersilat, dengan bergantian mempergunakan jurus-jurus ilmu silat Lauw Cie Lan dan Lu Liang Cwan.
Kedua tokoh sakti itu jadi berdiri tertegun saja menyaksikan betapa sepasang tangan dan kaki Oey Yok Su bergerak-gerak dengan cepat membawakan gerakan dari jurus-jurus mereka, tidak satu juruspun yang lewat dan salah dilakukannya itu.
Lu Liang Cwan telah menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal.
Sedangkan Lauw Cie Lan telah mendesis beberapa kali.
Disaat-saat seperti itu memang tampaknya Lu Liang Cwan sudah tidak bisa membantah, karena setiap gerakan yang dilakukan oleh Oey Yok Su tidak sejuruspun yang salah.
„Itulah menunjukkan bahwa otak anak ini memang cerdas sekali”, kata Lauw Cie Lan berselang sejenak, disaat Oey Yok Su masih membawakan terus jurus-jurus ilmu silat mereka.
„Sayang sekali justru dia tidak bersedia untuk menjadi murid kita…!”
Lu Liang Cwan menganggukkan kepalanya, dan ia masih memandangi terus Oey Yok Su yang tengah bersilat, sampai akhirnya ia berkata: „Sudah…. ! Sudah…… ! Hentikan…!” dan tahu-tahu dia telah menjatuhkan tubuhnya duduk numprah diatas tanah, menangis menggerung-gerung, sambil tangannya tldak hentinya mencabuti jenggot kumisnya. Lagaknya persis seperti sikap seorang anak kecil yang menangis karena tidak memperoleh barang mainan yang dikehendaki.
Lauw Cie Lan jadi memandang bengong pada kelakuan Lu Liang Cwan, sedangkan Oey Yok Su yang memang pernah menyaksikan kelakuan orang tua ini, disaat pertemuan pertama mereka, hanya mengawasi tenang-tenang saja.
la telah membiarkan Lu Liang Cwan menangis.
Selang sesaat lagi, Lu Liang Cwan berhenti menangis, ia menghapus air matanya.
Lauw Cie Lan yang sudah tidak bisa menahan perasaan herannya, segera bertanya:
„Mengapa engkau menangis begitu seperti seorang bocah ?”.
„Aku jadi sedih, mengapa aku dilahirkan tidak seperti bocah itu…?” kata Lu Liang Cwan sambil menunjuk Oey Yak Su.
„Apa hubungannya antara kelahiranmu dengan bocah itu ?” tanya Lauw Cie Lan.
tambah tidak mengerti.
„Bodoh kau…!” bentak Lu Liang Cwan tiba-tiba dengan suara yang keras.
Muka Lauw Cie Lan jadi berobah merah dibentak begitu, ia telah bertanya sengit:
„Engkau yang bodoh atau aku ? Engkau sendiri membawa lagak lagu seperti seorang anak kecil sinting, tidak keruan-keruan menangis begitu……!”
„Sudah kukatakan aku menyesal mengapa dilahirkan tidak seperti bocah itu!” sahut Lu Liang Cwan.
Karena tadi dibentak waktu menanyakan apa hubungan antara kelahiran Lu Liang Cwan dengan diri Oey Yok Su, maka kini Lauw Cie Lan berdiam diri saja, dia tidak menanyakan sesuatu lagi.
Sedangkan Lu Liang Cwan telah berkata lagi: „Aku benar-benar menyesal, kalau saja aku dilahirkan seperti anak itu…!”.
„Kenapa ?”
„Tentu dengan rnudah aku bisa rnerubuhkan kau !”
„Merubuhkan aku ?” tanya Lauw Cie Lan tambah tidak senang. Baru saja ia ingin memaki lagi, telah didahului oleh Lu Liang Cwan yang berkata: „Ya, kalau saja aku dilahirkan dengan otak secerdas bocah itu, tentu dengan mudah aku bisa memiliki kepandaian yang tinggi, tidak sampai perlu puluhan tahun aku melatih diri sia-sia seperti ini, jangankan merubuhkan Tang Cun Liang, sedangkan merubuhkan dirimu saja belum pernah, kita selulu berimbang saja…!” dan sehabis berkata hegitu, Lu Liang Cwan telah mementang mulutnya dan menangis keras lagi.
Pekjie yang sejak tadi berdiri diam mengawasi majikannya saja, jadi ikut mengeluarkan suara pekik seperti menangis ! Rupanya biruang peliharaan Lu Liang Cwan ikut merasa bersedih hati menyaksikan majikannya menangis begitu sedih.
Oey Yok Su jadi tidak enak dalam hatinya menyaksikan Lu Liang Cwan masih menangis terus, maka akhirnya ia mendekati tokoh sakti tua itu, ia berjongkok disampingnya sambil katanya menghibur : „Sudahlah locianpwe, bukankah sekarang engkau telah memiliki kepandaian yang tinggi sekali dan, jarang ada orang seliehay locianpwe ?”
„Diam kau tolol !” bentak Lu Liang Cwan.
„Bukankah tadi aku telah menjelaskan jika aku memiliki otak seperti engkau, tentu kepandaian seperti sekarang ini bisa kumiliki disaat usiaku belum setua ini ?” dan Lu Liang Cwan telah menangis lagi.
Sedangkan Lauw Cie Lan telah tertawa, dia merasa lucu dan geli.
„Memang otakmu yang tumpul dan bodoh, rnengapa harus menyesal seperti itu ?” katanya menyindir.
„Kau…?” bentak Lu Liang Cwan sambil melompat marah dengan sikap berang, tampaknya ia ingin melancarkan serangan. Tetapi Lauw Cie Lan memang tidak jeri untuk bertanding dengan jago tua itu, ia malah bersiap-siap untuk menerima serangan.
Tetapi rupanya Lu Liang Cwan tidak meIancarkan serangan, dia hanya mementang muIutnya lebar-lebar dan menangis lagi. Tangannya juga telah mencabuti jenggot dan kumisnya pula.
Setelah lewat lagi sekian lama, Oey Yok Su dan Lauw Cie Lan hanya berdiam diri, sebab mereka tidak tahu, apa yang harus dilakukannya menghadapi kakek yang berperangai aneh ini, maka keduanya hanya membiarkan Lu Liang Cwan menangis terus.
Tetapi karena didiami begitu, Lu Liang Cwan jadi menghentikan tangisnya.
Dengan mata yang masih dipenuhi air mata ia telah mendelik pada Oey Yok Su dan Lauw Cie Lan.
„Mengapa kalian memandangi aku seperti tengah menonton seorang anak kecil menangis?” teriaknya dengan suara keras.
Lauw Cie Lan tidak bisa menahan perasaan gelinya, ia anggap sikap orang bukan hanya jenaka, tetapi lucu bukan main menggelitik hatinya.
„Jika anak kecil yang menangis tentu tidak aneh, tetapi justru sekarang ini kami menyaksikan suatu hal yang aneh sekali, seorang tua bangka yang akan masuk lobang kubur justru dapat menangis seperti seorang anak kecil saja…!”
Setelah berkata begitu, Lauw Cie Lan tertawa bergelak-gelak dengan.suara yang keras.
Lu Liang Cwan rupanya mendongkol sekali dia bermaksud melancarkan serangaun.
Melihat sikap urang, Lauw Cie Lan telah berkata menantang.
„Mari, mari kita bertanding lagi….., engkau rupanya memang masih penasuran dan ingin sekali bertanding……!”
Tetapi Lu Liang Cwan tidak melayani tantangan Lauw Cie Lan, dia menoleh kepada Oey Yuk Su, tanyanya: „Engkau sebagai saksi, apa yang hendak engkau katakan…… apakah kepandaianku yang lebih kau senangi atau memang kepandaian si Dewi Bangsat itu……?”
Oey Yok Su jadi serba salah ditanya begitu, tetapi akhirnya tokh ia menyahuti juga :
„Cianpwe berdua memang memiliki kepandaian yang sama tingginya, masing-masing memiliki kepandaian yang tersendiri…… maka dalam hal ini siapa yang lebih tinggi, boanpwe tidak bisa menyebutkannya…….!”
„Hemm…., cerdik kau, tidak berati kau menunjuk salah seorang diantara kami mana yang lebih liehay, justru engkau mengelakkan diri dengan kata-katamu itu…..!” kata Lu Liang Cwan.
Tetapi Oey Yok Su berkata dengan sungguh-sungguh:
„Apa yang boanpwe katakan tadi memang sebenarnya, karena locianpwe berdua memiliki kepandaian yang sama tingginya. Boanpwe mana berani berdusta ?”
Mendengar perkataan Oey Yok Su, Lu Liang Cwan menghela napas dalam-dalam, kemudian dia menoleh kepada Lauw Cie Lan, tanyanya :
„Bagaimana…..? Apakah kita akan memaksa terus anak ini untuk menjadi murid kita?”
Lauw Cie Lan menggelengkan kepalanya perlahan, katanya:
„Tidak…tidak mau aku mengambil murid yang tidak bersedia berguru kepadaku, karena akan sia-sia belaka…!”.
„Jika demikian, akupun membatalkan saja niatku untuk mengambilnya menjadi muridku…!” kata Lu Liang Cwan kemudian.
-----000-----
(Bersambung ke Bagian 17)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar