„SUDAHLAH, biarlah bocah ini kita tinggalkan saja dipulau ini. Aku ingin meninggalkan pulau ini dengan mempergunakan perahunya, dan kau Dewi Bangsat, apakah engkau mau ikut bersamaku ?”
„Hemmm……., enak saja kau bicara, apakah engkau kira aku ini isterimu ?” tanya Lauw Cie Lan dengan suara yang dingin.
„Dengan seenaknya engkau mengajak aku untuk naik perahu bersamamu……!”
Muka Lu Liang Cwan jadi berobah merah, tetapi dia tidak marah oleh teguran Lauw Cie Lan, hanya tertawa dengan suara yang keras.
„Memang engkau bukan isteriku, jika engkau berkeras dan memaksa ingin men jadi isteriku, tentu aku akan lari terbirit-birit ketakutan…!”
„Apa kau bilang ?” tanya Lauw Cie Lan mendongkol.
„Kukatakan tadi, jika engkau sendiri yang memaksa aku menjadi suamimu, aku akan lari terbirit-birit ketakutan…siapa yang kesudian mengambil seorang Dewi Bangsat seperti kau menjadi isteriku…?” dan puas berkata begitu, Lu Liang Cwan telah tertawa bergelak-gelak.
Disaat itu, muka Lauw Cie Lan berobah merah padam, dia tersinggung sekali dan mendongkol, maka begitu kata-kata Lu Liang Cwan selesai diucapkan dan dia tengah tertawa, Lauw Cie Lan telah membarengi dengan menggerakkan tangan kanannya, dia melancarkan serangan yang kuat sekali.
„Eh, tunggu dulu, apa yang kau lakukan?” teriak Lu Liang Cwan sambil melompat berkelit.
Oey Yok Su yang menyaksikan kelakuan kedua orang tokoh sakti itu jadi tertawa bergelak, karena walaupun, bagaimana ia merasa lucu sekali menyaksikan sepak terjang kedua orang tokoh sakti ini.
Maka setelah melihat Lauw Cie Lan ingin melancarkan serangan lagi, ia hanya berdiam diri, bahkan Oey Yok Su mengharapkan kedua orang itu terlibat dalam pertempuran lagi, sehingga ia bisa melarikan diri.
Tetapi Lu Liang Cwan selalu mengelakkan diri dari serangan Lauw Cie Lan, tampaknya ia sama sekali tidak berselera untuk bertempur lagi dengan jago betina itu.
Tepat bersamaan dengan mengelaknya Lu Liang Cwan, Lauw Cie Lan kembali menyerang pula saling susul.
Lu Liang Cwan walaupun tidak bermaksud untuk bertanding lagi dengan wanita tua yang liehay itu, tokh ia harus melayani, juga lawannya.
Semakin lama Lauw Cie Lan menyerang semakin keras dan kuat.
Tetapi Lu Liang Cwan juga tidak kurang- gesitnya berkelit kesana kemari seperti juga tubuhnya itu telah berobah menjadi bayangan saja, berkelebat kesana kemari tidak hentinya.
Begitulah, mereka berdua telah terlibat dalam pertempuran lagi.
Oey Yok Su tidak mau membuang kesempatan yang ada, diam-diam dia menjauhi diri. Dan disaat jarak mereka telah terpisah jauh, Oey Yok Su berlari meninggalkan tempat itu, ia bermaksud menuju kepantai untuk mencapai perahunya dan meninggalkan pulau ini.
Memang selama beberapa hari dipulau ini Oey Yok Su telah kenal dengan keadaannya, itulah yang membuat Oey Yok Su tidak memperoleh kesulitan waktu melarikan diri dan cepat sekali ia tiba ditepi pantai. Dilihatnya perahunya masih tertambat ditempatnya semula.
Cepat sekali tanpa berani membuang waktu lagi Oey Yok Su membuka tali tambatannya dan mendorong perahunya, lalu dia segera melompat kedalamnya. Dengan mempergunakan tenaga lwekangnya Oey Yok Su telah menggerakkan kayu pengayuhnya untuk mendayung perahu itu.
Tetapi rupanya Lu Liang Cwan dan Lauw Cie Lan yang tengah bertempur itu juga memiliki mata yang celi. Lu Liang Cwan lebih duIu melihat Oey Yok Su tidak berada ditempatnya, dia segera melompat- mundur sambil mengeluarkan suara seruan menjauhi Lauw Cie Lan.
„Anak itu melarikan diri…!” teriaknya.
Sebetulnya Lauw Cie Lan ingin melancarkan serangan lagi, tetapi mendengar teriakan Lu Liang Cwan, dia jadi menunda keinginannya itu. Dia telah menoleh kesekelilingnya, dan memang dia tidak melihat Oey Yok Su.
Hatinya jadi tercekat.
„Dia tentu lari kepantai untuk mengambil perahunya guna melarikan diri.
Ayo kejar…!” teriak Lu Liang Cwan waktu melihat tapak-tapak bekas kaki Oey Yok Su.
Kedua orang itu memiliki ginkang yang telah mahir, maka mereka dapat berlari seperti terbang saja, dengan cepat mereka tiba dipantai.
Waktu itu mereka masih sempat melihat Oey Yok Su telah berada diatas perahunya dan tengah mendayung untuk menjauhi pulau itu.
Dengan mengeluarkan suara teriakan keras, tubuh Lu Liang Cwan melompat dan berlari diatas pasir dipantai tersebut, dengan segera kakinya juga menerobos air laut dipantai. Waktu itu jarak yang terpisah antara perahu Oey Yok Su belum begitu jauh, dengan mudah ia telah mengulurkan tangannya, seperti tengah membetot sesuatu.
Anehnya perahu Oey Yok Su seperti kena digenggam suatu kekuatan yang hebat dan telah meluncur kembali kearah pantai!
Hati Oey Yok Su terkejut, ia mengerahkan sinkangnya dan menampar kearah belakang perahunya, maksudnya untuk menghalau kekuatan tenaga sinkang Lu Liang Cwan yang menguasai perahunya.
Sedangkan Lu Liang Cwan sambil berusaha menguasai perahu itu dengan mempergunakan kekuatan tenaga lwekangnya, juga melangkah terus mendekati, dan ketika jarak mereka sudah tidak ada setombak lagi, Lu Liang Cwan melompat keatas perahu.
„Kembali kedarat…!” teriak Lu Liang Cwan dengan suara mengancam.
Oey Yok Su menghela napas, dia tidak berani membantah perintah Lu Liang Cwan, karena pemuda ini menyadari orang tua ini memang liehay sekali ilmu silatnya.
Dia mendayung kembali perahunya menuju kedarat.
Lu Liang Cwan girang bisa mernbatalkan maksud Oey Yok Su melarikan diri.
Begitu juga Lauw Cie Lan telah menjejakkan kakinya beberapa kali, dalam sekejap mata tubuhnya telah berada didalam perahu.
Namun diwaktu itulah Oey Yok Su telah mendorong tubuh Lu Liang Cwan.
Hal itu tidak disangka sama sekali oleh jago tua she Lu, sehingga tidak ampun lagi tubuhnya terjungkel dari dalam perahu, dan tercebur kedalam air laut.
Lauw Cie Lan terkejut, ia telah mengeluarkan suara seruan keras.
Oey Yok Su tidak memperdulikan Lauw Cie Lan, dia mendayung perahunya kuat-kuat dengan maksud menjauhi perahunya dari daratan.
Tetapi Lu Liang Cwan begitu kecebur, karena air laut ditepi pantai memang tidak dalam hanya selutut saja, cepat bisa bangun kembali dan mengejar perahu itu.
Waktu ia menjejakkan” kakinya, tubuhnya telah melompat ketengah perahu lagi.
Oey Yok Su sudah tidak berusaha untuk melakukan apa-apa lagi, dia hanya mendayung terus sambil menggumam: „Biarlah kita berangkat bertiga meninggalkan pulau itu…!” Memang yang ditakuti oleh Oey Yok Su justru kalau perahunya ini dirampas oleh Lu Liang Cwan dan Lauw Cie Lan, ia sendiri yang akan ditinggal oleh kedua orang itu, untuk jadi penjaga pulau kosong- tersebut.
Hal itu tidak disangka sama sekali oleh jago tua she Lu, sehingga tidak ampun lagi tubuhnya terjungkel dari dalam perahu, dan tercebur kedalam air laut.
Tetapi Lu Liang Cwan telah berteriak-teriak dengan suara nyaring : „Cepat kembali kedaratan…… kembali !”.
Tetapi Oey Yok Su tidak memperdulikannya, ia mendayung terus, sehingga perahu telah meluncur cukup jauh.
Sedangkan Lauw Cie Lan memandang ngeri kearah air taut.
la tidak bisa berenang, kalau sampai perahu itu terbalik, niscaya yang akan menerirna bencana adalah dirinya.
„Jangan timbulkan goncangan terlalu keras…….!” Lauw Cie Lan memperingati pada Lu Liang Cwan, karena orang tua itu menghentak-hentak kakinya dengan jengkel, membuat perahu itu tergoncang keras sekali,
Oey Yok Su melihat hal ini, karena dia cerdas, dia telah mengetahui kelemahan Lauw Cie Lan. Sengaja Oey Yok Su berkata: „Lauw Cianpwe….. jika memang Lu Cianpwe bergerak-gerak terus, perahu akan karam terbalik…….!”
Kata-kata Oey Yok Su membuat Lauw Cie Lan tambah ketakutan, sehingga dia mengawasi mendelik kepada Lu Liang Cwan sambil menghardik: „Engkau mau diam atau tidak? Jika sampai perahu ini terbalik, dan aku tercebur dicialam air laut, untuk seterusnya aku tidak akan memaafkanrnu, kepalamu akan kuhantam hancur………!”.
Lu Liang Cwan tertawa mengejek.
„Justru aku hendak memaksa dia untuk mengembalikan arah perahu kepantai…!” sahutnya.
Dan Lu Liang Cwan telah melangkah ingin mendekati Oey Yok Su.
Melihat bahaya yang mengancam, Oey Yak Su telah berkata: „Berhenti disitu Lu Cianpwe, jika masih Lu Cianpwe melangkah maju, selangkah saja, kayu pengayuh ini akan kulemparkan ketengah laut, biarlah kita akan berlayar dengan perahu tanpa kayu pengayuh…….!”.
„Hemm……!” merah padam muka Lu Liang Cwan, ia mengawasi Oey Yok Su dengan sorot rrrata yang tajacn, sampai katanya kemudian : „Baiklah ! Baiklah ! Sekarang kau putar haluan kem bali kepantai……!”
„Tidak mau……..!” menggeleng Oey Yok Su.
„Mengapa tidak mau ?” tanya Lauw Cie Lan dengan cemas.
„Aku tidak mau kembali kepantai, karena kalian ingin merampas perahu ini dan lalu meninggalkan aku digulau itu !” menyahuti Oey Yok Su.
„Kami tidak akan merampas perahumu kata Lauw Cie Lan memberikan keyakinan kepada Oey Yok Su. ……!”
Oey Yok Su tetap menggelengkan kepalanya dan selama mereka berkata-kata seperti itu Oey Yok Su terus juga mengayuh, sehingga perahu meluncur terus menjauhi pantai.
„Dua kali Lu Cianpwe pernah mengatakan ia ingin merampas perahuku ini, dan ingin meninggalkan aku hidup seorang diri dipulau kosong itu…!” menjelaskan Oey Yok Su.
„Jika nanti dia berani merampas perahumu, biar aku yang hantam kepalanya sampai hancur…!” janji Lauw Cie Lan.
Tetapi Oey Yok Su tetap menggelengkan kepalanya, katanya: „Lebih baik kita berlayar bertiga….. bukankah tidak lama lagi kita bisa sampai didaratan dan disaat itu barulah kita berpisah…! “.
Lauw Cie Lan lelah berkata lagi dengan sikap yang agak gugup.
„Bagai mana kita hendak melakukan perlayaran jika kita tidak membawa perbekalan ? Bukankah kita tidak membawa air dan makanan? Bagaimana kalau perjalanan kita ini memakan waktu beberapa hari lamanya ?”
Ditanya begitu, Oey Yok Su mengakui kebenaran perkataan jago wanita she Lauw tersebut.
Tetapi untuk kembali kepulau tentu saja Oey Yok Su tidak mau, karena pemuda ini menyadarinya jika sampai ia kembali kepulau, tentu dirinya terancam bahaya yang tidak kecil, dimana ancaman dari Lu Liang Cwan dan Lauw Cie Lan ini, kedua tokoh sakti tersebut yang be-lum tentu bisa dihadapinya.
Namun jika mereka berlayar juga, tokh mereka akan kehausan dan kelaparan jika dalam beberapa hari mereka tidak berhasil menemui daratan. Inilah yang membuat Oey Yok Su jadi di agak bingung.
Pemuda ini memang otaknya cerdas, segera ia bisa mengambil keputusan, maka tanyanya: „Apakah locianpwe berdua dapat dipercaya kata-katanya ?”
„Tentu saja…..!” sahut Lu Liang Cwan yang menyelak cepat.
„Kami akan memegang perkataan kami, kau tidak perlu kuatir……!”.
„Tunggu dulu, aku mau mengantarkan Locianpwe berdua kembali kedaratan dipulau itu, tetapi terus terang aku tidak bersedia untuk menginjak kembali pulau tersebut.
Maka jika jarak pantai darl pulau tersebut terpisah lima tombak, kalian harus melompat turun saja dan aku akan berlayar lagi.
Jika memang locianpwe setuju, itupun ada syaratnya…!”.
„Syarat apa ?” tanya Lauw Cie Lan.
„Setelah locianpwe berdua sampai didaratan pulau itu, kalian harus melemparkan perbekalan air dan makanan kepadaku…!”.
Kedua orang tua itu berdiam diri, tetapi Lauw Cie Lan yang memang ingin cepat-cepat kembali kedaratan, telah tidak sabar, cepat ia mengangguk, katanya: „Baiklah, syaratmu itu akan kupenuhi…!”.
„Dan bagaimana dengan Lu cianpwe ?” tanya Oey Yok Su.
„Aku ingin meninggalkan pulau itu…!” sahut Lu Liang Cwan.
„Maka yang terpenting kita kembali kepulau untuk mengambil air minum dan makanan. Setetah itu kita berlayar lagi…!,
„Kita……?”
„Ya…. !”.
„Jadi Lu Cianpwe akan mengajakku, tidak akan meninggalkan aku dipulau itu ?” tanya Oey Yok Su menegasi.
„Ya…. !”.
„Baiklah kalau begitu, lalu bagaimana dengan Lauw Cianpwe ?”
„Aku lebih senang tinggai dipulau itu, jika memang kalian mau pergi, pergilah…… aku masih senang tinggal dipulau yang tenang itu…….!”
Setelah memperoleh kepastian seperti itu,
Oey Yok Su memutar haluan perahunya, menuju kepantai pulau tersebut lagi.
-----000-----
(Bersambung ke Bagian 18)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar