MENDENGAR orang mengusir dengan cara demikian kasar, sitopeng merah mengeluarkan tertawa mengejek, katanya : „Engkau memiliki kepandaian yang tidak rendah, tetapi engkau terlalu angkuh dan sombong …. apakah engkau beranggapan bahwa didalam dunia ini hanya engkau seorang diri yang memiliki kepandaian tinggi seperti itu, dan membuat engkau tidak mau memandang sebelah matapun juga kepada orang lain ?”
Ditegur begitu, orang bermuka tengkorak tersebut naik darahnya, yang dirasakan meluap sampai ke-ubun2 kepalanya, ia telah berkata dengan suara yang tawar mengandung ke marahan : „Jika kalian masih rewel dan tidak cepat2 angkat kaki, jangan mempersalahkan diriku, jika kalian tidak bisa pergi dari tcmpat ini, walaupun kalian bermaksud untuk pergi !”
Sitopeng merah dan Ong Tiong Yang tahu bahwa gertakan yang dikatakan oleh orang bermuka seperti tengkorak itu memang bukan gertak sambel belaka, karena kemungkinan ia bisa mempergunakan kepandaiannya yang lebih tinggi untuk melancarkan serangan yang beruntun.
Sedangkan Ong Tiong Yang melihat hal int telah merankapkan kedua tangannya menjura memberi hormat, sambil katanya : „Maafkan, kami memang sama sekali tidak mengetahui telah mengganggu Siecu, tetapi semua ini kami lakunkan tanpa kami sengaja, jika memang Siecu merasa keberatan menerima kehadiran kami, biarlah kami berlalu …….!” dan setelah berkata begitu, Ong Tiong Yang menoleh kepada orang bertopeng merah, katnya dengan sabar : „Mari kita berangkat, janganlah kita mengganggu Siecu, itu, yang tidak senang menerima kehadiran kita…..!”
Ang Bian mendelik sejenak kepada orang bormuka tengkorak itu, ia berkata dengan suara yang dingin :”Hemm………., jika saja aku tidak memandang muka terangnya Ong Cinjin, mungkin uku tidak mau menyudabi urusan hanya sampai disini saja…….!”
Tetapi orang bermuka tengkorak itu telah mengeluarkan tertawa mengejek, tahu2 ia berkata tawar: „Baik, baik, jika memang engkau, merasakan penasaran, mari, mari aku menemanimu untuk main2 ratusan jurus…..!” dan sambil berkata begitu, orang bermuka seperci tengkorak itu mengambil sikap menantikau serangan, tetapi ia tidak bangun dari tempat duduknya.
Ang Bian jadi semakin mendongkotl ditantang berperang seperti itu, ia tertawa mengejek dan bukannya membalikkan tubuhnya untuk pergi, malah ia telah melangkah menghampiri mendekati orang bermuka tengkorak itu.
Ong Tiong Yang jadi bingung, karena ia yakin jika memang timbul keributan, justru yang bersalah adalah mereka yang telah datang mengganggu orang bermuka tengkorak itu.
la memang memiliki hak untuk menolak, bukankah rumah ini merupakan rumahnya,
Waktu itu Ang Bian telah menghampiri cukup dekat, ia bilang : „Mari kita coba-coba untuk main2…. !”
Dan An Bian meaggerakkan kedua tangan nya yang diangkatnya dan ber-siap2 untuk bertempur. „Kau berdirilah,” katanya.
Orang barmuka seperti tengkorak itu berkata tawar : „Menghadapi manusia seperti engkau, mengapa aku harus berdiri ? Menghadapi engkau dengan cara duduk seperti ini saja engkau tidak mungkin bisa menandingi kepandaianku……..! Nah, kau majulah !”
Ang Bian telah berkata dengan suara yang nyaring: „Maafkanlah …..!” dan ia menggerakkan kedua tangannya seperti menggunting, lalu ia melancarkan serangan serentak kepada lawannya itu.
Tetaoi orang bermuka seperti tengkorak tersebut berlaku tenang sekali, ia telah mengeluar kan suara dengusan dan cepat sekali menggerakkan tangannya menangkis.
Ia berhasil membendung tenaga serangan yang dilancarkan oleh lawannya, malah orang bermuka tengkorak ini balas menyerang dengan gerakan yang aneh, karena kedua tangannya itu silang dan tutup tidak hentinya.
Begitulah dalam waktu sekejab itu saja telah terjadi pertempuran yang cukup aneh diantara kedua orang ini, dimana mereka bertempur dengan hanya mengandalkan tenaga sinkang yang kuat.
Pertempuran yang mereka lakukan itu merupakan partempuran yang bukan sembarangan, walau pun Ang Bian telah menyerbu beberapa kali, namun selalu ia gagal untuk mendekati orang bermuka tengkorak itu.
Saat itu, tampak orang bermuka tengkorak beruntun menerkam dengan tangannya.
Tetapi karena mengambil sikap duduk seperti itu, membuat ruang geraknya tidak begitu bebas dan daya jangkaunya tidak terlalu luas beberapa kali cengkeraman tangannya berhasil dipatahkan oleb tangkisan Ang Bian.
Ang Bian juga tidak tinggal diam, beberapa kali ia berusaha mendesak lawannya.
Ong Tiong Yang yang menyaksikan pertempuran tersebut memandang dengan hati berdebar.
Harus diketahui, jika dua orang jago tingkat tinggi tengah melakukan pertempuran dengan menggunakan sinkang sejati, jika salah seorang diantara mereka terluka, tentu akan mendatangkan luka dalam yang berat sekali, yang sulit disembuhkan dengan obat lawannya itu.
Rupanya orang bermuka seperti tengkorak itupun menyadari akan ancaman seperti itu buat dirinya, jika saja ia barkepandaian yang tinggi, dengan sendirinya ia yakin bahwa dirinya tidak akan terjatuh ditangan lawannya.
Ang Bian jadi semakin penasaran, ia mengeluarkan suara seruan yang nyaring, tahu2 merobah cara bertempurnya, berulang kali ia menyerbu dan mendesak posisi kedudukan lawannya dengan maksud memaksa orang bermuka seperti tengkorak itu beranjak dari tempat duduknya.
Detik2 yang membahayakan adalah waktu Ang Bian melompat menyerbu kepada orang bermuka seperti tengkorak itu.
Ia menyerang dengan mempergunakan gerakan yang aneh se kali, yaitu dengan menggerakkan kedua tangannya silih berganti.
Setiap jurus yang dipergunakannya merupakgn gerakan yang bisa menghancurkan ilmu lawannya.
Rupanya orang bermuka tengkorak itu jadi terkejut juga melihat perobahan cara menyerang lawannya.
Beberapa kali iapun berusaha untuk merobah cara menyerangnya.
Sehingga mereka telah terlibat lagi dalam pertempuran yang rumit dan tidak mungkin bisa memisahkan diri lagi, karena waktu itu kedua pihak telah mengeluarkan ilmu mereka yang menakjubkan dan saling melibat lawan mereka dengan gerakan yang aneh.
Akhirnya waktu orang bermuka tengkorak itu yakin bahwa dirinya tidak mungkin bisa menghadapi Ang Bian dengan cara berduduk terus seperti itu, ia melompat berdiri.
Tubuhnya bagaikan seorang kera bergerak lincah, melompat kesana kemari.
Kedua tangannya juga lalu menyerang ke-bagian2 yang berbahaya ditubuh Ang Bian.
Dalam keadaan seperti ini, membuat Ang Bian berulang kali harus mundur merenggangkan jarak mereka, karena jika tidak, jelas dirinya yang akan menjadi korban serangan yang dilakukan oleh orang bermuka seperti tengkorak itu.
Tubuh Ang Bian berkelebat kesana kemari tahu2 setelah menangkis serangan lawannya, ia melompat mundur.
„Hentikan….!” teriaknya.
Orang bermuka seperti tengkorak itu menahan tangannya, ia mengawasi Ang Bian dengan sorcot mata tajam.
„Kalian menyerah dan mau angkat kaki ?”
Ang Bian menggeleng.
„Tidak…..!,” sahutnya.
Ia, berdiam diri sejenak, baru kemudian melanjutkan lagi : „Kulihat kepandaian yang engkau miliki memabng merupakan kepandaian yang tinggi, sayng sekali jika engkau mempergunakannya untuk mengumbar nafsu angkara murkamu belaka ….!”
Tetapi orang bermuka seperti tengkorak itu mengeluarkan suara tertawa tawar, ia bilang dengan suara yang dingin : „Engkau tidak perlu menasehatiku yang pasti aku akan membawa caraku sendiri !”
Diwaktu itu, tampak Ang Bian telah berkata lagi : „Tetapi engkau tidak bisa sembarangan begitu menuduh dan melancarkan serangan mematikan kepadaku, padahal kami hanya mengganggumu sebentar saja, yaitu ingin mene duh. Jika memang engkau keberatan, bukankah engkaa bisa menyampaikab penolakanmu secara baik2…….?”
Ditanya begitu muka orang seperti tengkorak tersebut jadi berobah tidak enak dilihat ia berkata tawar : „Aku tidak mau mendengar ocehanmu, sekarang katakan saja, engkau ingin pergi atau tidak ?”
„Kami hanya membutuhkan sedikit air pelenyap dahaga !” menyahuti Ang Bian.
„Ini kuberikan !” kata orang bermuka iengkurak itu sambil melompat dan menggerak kan kedua tangannya lagi, angin yang sangat kuat berseliwiran cepat sekali , yang memaksa Ang Bian harusmelompat, karena tidak bisa ia menghadapi terjangan tenaga itu dengan kekerasan.
Sambil berkelit kesina kemari, Any Bian berkata : Sebutkan namamudan apa maksudmu dengan sikap yang keras seperti ini !”
“Ha….ha…ha…,” tertawa orang bermuka seperti tengkorak itu.
“Walaupun sekarang engkau bermarsud untuk pergi kukira sudah terlambat, tinggalkan sepasang tanganmu…….!”
Dengan berkata begitu, orang bermuka tengkorak tersebut bermaksud hendak menyatakan babwa ia akan membuntungi kedua tangan dari lawannya.
Ang Bian juga jadi nail darah, ia berkata dengan suara tawar : „Baiklah, aku mau melihat berapa tinggi ilmumu, sehingga engkau berlaku congkak seperti itu!”
Berbareng dengan perkataannya itu, Ang Bian juga tidak tinggal diam. beberapa kali ia balas menerjang pada lawannya.
Dalam keadaan demikian, Ong Tiong Yang tidak sabar lagi, katanya: Ang Bian Kiesu sudahilah pertempuran ini, mari kita pergi…..!”
Ang Bian tertawa
“Ong Cinjin, aku memang hendak menuruti keinginanmu itu, tetapi sayangnya justru orang ini tidak mau melepaskan aku……. ia memaksa aku dengan libatannya……!”
„Kiesu………!” teriak Ong Tiong Yang kepada orang yang mukanya seperti tengkorak itu
„Hentikan ………….lah pertempuran itu, aku mohon hentikanlah……..”
Namun orang bermuka seperti tengkorak itu justru telah berkta dengan suara yang dingin : „Setelah aku membereskan dia, engkau juga akan kuselesaikan…….!”
Dan setelah berkata begitu, tampak orang bermuka seperti tengkorak itu melompat dengan cepat sekali, ia menyerbu kearah Ang Bian.
Sedangkan Ang Bian telah mengeluarkan seluruh kepandaian yang dimilikinya untok memberikan perlawanan yaag gigih.
Begitu kedua jago tersebut terlibat dalam pertempuran yang tidak berkesudahan.
Untung saja didalam ruangan tersebut tidak terdapat barang2 berharga, sehingga tidak menjadi rusak oleh kuatnya angin berseliwiran saling sambar ke:sana kemari dangan cepat.
—oo0oo—
(Bersambung Ke Bagian 50)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar