AUWYANG HONG tersenyum, „tempat yang dipergunakan oleh guruku untuk mengasingkan dirinya itu merupakan tempat yang sulit sekali untuk dicapai………”
„Yang perlu kau katakan, dimana kini gurumu itu barada!” bentak Bian Kie Liang degan suara tidak sabar.
„Cepat kau katakan, dimana Kim Hek Lo Sin itu”
Auwyang Hong sambil menaban diri, ia berusaba untuk dapat berdiam diri tanpa mendesak hanya matanya saja yang memancarkan sinar sangat tajam sekali.
Auwyang Hong tersanyum lagi, katanya dengan suara yang satu-satu dan hati-hati: „Jika memang eagkau menghendaki aku membantumu memberitahukan dimana tempat sekarang ini guruku berada, maka kau juga harus mengerti, bahwa kau harus mem-berikan imbalannya untukku………….bagaimana? Kau setuju bukan?”
„Yang perlu kau katakan, dimana kini gurumu itu barada!” bentak Bian Kie Liang degan suara tidak sabar.
„Cepat kau katakan, dimana Kim Hek Lo Sin itu”
Auwyang Hong sambil menaban diri, ia berusaba untuk dapat berdiam diri tanpa mendesak hanya matanya saja yang memancarkan sinar sangat tajam sekali.
Auwyang Hong tersanyum lagi, katanya dengan suara yang satu-satu dan hati-hati: „Jika memang eagkau menghendaki aku membantumu memberitahukan dimana tempat sekarang ini guruku berada, maka kau juga harus mengerti, bahwa kau harus mem-berikan imbalannya untukku………….bagaimana? Kau setuju bukan?”
„Apa syaratnya ?”
„Yang kuharapkan adalah imbalannya….!”
„Imbalan apa yang engkau kehendaki ?”
„Tentunya barang yang tidak murah”
Bian Kie Liang tidak sabar, ia mendesak : „Cepat katakan, imbalan apa yang eng kau kehendaki ?”.
„Jika memang engkau bisa memberikan padaku pelajaran dari seluruh ilmu silatmu, maka aku akan memberitahukan tempat guruku berada.
Bian Kie Liang tampak jadi terkejut dan memandang tidak mengerti : „Jika memang engkau bersedia mengajari aku seluruh ilmu silatmu, aku bersedia memberi tahukan dimana sekarang guruku berada!”
„Beritahukan dimana tempat gurumu berada …….!”
„Cepat katakan”
Bian Kie Liang tambah tidak sabar : „Kelak jika engkau hendak mengangkat aku menjadi garumu, aku tentu tidak keberatan ….!”
„Siapa Yang kesudian mengangkat Lelaki tua bangka seperti engkau menjadi guruku?” tanya Auwyang Hong dengan suara.mengejek:
„Muka Bian Kie Liang jadi berobah merah, tanyanya dengan tidak senang: „Bukankah tadi engkau menginginkan aku mengajari engkau ilmu silat?”
,,Benar, aku hanya menghendaki engkau mengajari aku seluruh dari ilmu silatmu dengan baik-baik ……. tetapi aku tidak sudi mengangkat manusia seperti kau ini untuk menjadi guruku…….!”
„Baiklah jika memang engkau menghendakinya begitu, akupun tidak tceberatan…!” kata Bian Kie Liang kemudian dengan disertai tertawa mengejeknya.
„Ilmu apa yang hendak kau ajarkan dulu kepadaku?” tanya Auwyang Hong, dan berapa banyak ilmu yang engkau miliki?”
Bian Kie Liang tertawa dingin, katanya : „Soal itu bisa kita urus nanti saja……!”
„Mengapa harus nanti…. bukankah aku telah. mengatakannya jika engkau telah mengajari aku seluruh ilmu silatmu, baru aku akan memberitahukan tempat guruku berada?”
Tetapi sejak tadi bercakap-cakap Auwyang Hong juga telah bersiap siaga, maka be gitu melihat lawannya itu melancarkan serangan, cepat sekali ia mengelakkannya dengan melompat kesamping sambil memperdengarkan suara tertawa yang nyaring.
Disaat itu, Ong Tiong Yang baru menyadari bahwa Auwyang Hong hanya ingin mempermainkan Bian Kie Liang, bukan bersungguh-sungguh hendak mengkhianati gurunya. Dan kesempatan ber-cakap2 seperti itu memang telah memberikan kesempatan buat Auw yang Hong dan Ong Tiong Yang ber-istirahat.
Diam2 Ong Tiong Yang jadi memuji kecerdikan yang dimiliki Auwyang Hong.
Namun sejauh itu, tetap saja Bian Kie Liang tidak bisa merubuhkan mereka.
Lie Siu Mei telah berdiri diluar gelanggang memperhatikan jalannya pertandingan.
Berulang kali Lie Siu Mei mengeluarkarn suasa teriakan2 kecil seperti kaget, hal itu untuk mengalihkan dan memecahkan perhatian Bian Kie Liang. la juga sering mengejek dengan kata kata yang selalu membangkitkan kemarahan Bian Kie Liang. Sejauh itu nona Lie tidak ikut turun gelanggang dalam pertempuran im, karena ia merasakan bahwa kepandaian yang dimilikinya itu memang tidak bisa mengimbangi kepandaian yang dimiliki Bian Kie Liang. Jika ia memaksakan diri ikut bertempur, tentu hanya akan merepotkan Auwyang Hong dan Ong Tiong Yang guna melindungi dirinya.
Hal inilah yang tidak dikehendaki oleh Lie Siu Mei. Dan ia hanya berdiri saja diluar gelanggang pertempuran itu sambil tidak henti2-nya ber-teriak2 untuk memecahkan perhatian Bian Kie Liang.
—oo0oo—
“Bertempur lagi beberapa saat, Ong Tiong Yang yakin bahwa mereka tidak memiliki kesempatan untuk memperoleh kemenangan, karena walaupun bagaimana memang kenyataannya Bian Kie Liang merupakan seorang lawan yang sulit sekali dihadapi, kepandaiannya juga sangat tinggi.
Dalam suatu kesempatan. Ong Tiong Yang berseru kepada Auwyang Hong : „Hengtai…., mari kita tinggalkan kambing tua ini …. tidak guna menghadapi dengan kekerasan !”
„Oh Tunggu dulu totiang…….kambing tua seperti ini seharusnya kita beri hajaran biar tahu rasa….!”
„Itu, kita lakukan nanti saja, sekarang yang terpenting kita berusaha meninggalkannya……. !” kata Ong Tiong Yang.
Dan setelah berkata begitu Ong Tiong Yang juga berteriak menyampaikan kepada Lie Siu Mei : „Nona Lie, engkau pergi dulu meninggalkan tempat ini, kami berdua akan segera menyusul.”
Lie Siu Mie tertawa. kemudian katanya : „Baik…, baik…, tetapi aku akan menantikan kalian dimana ?”
„Jangan kita bicarakan disini, karena kambing tua ini yang telah menjadi demikian jinak tentu akan membuntuti kita terus ……….. kau pergi saja dulu, nanti juga kita akan becrtemu ……. !”
Dan setelah berkata begitu, Ong Tiong Yang memperhebat serangannya.
Bahkan jurus2 ilmu pukulan yang dipergunakannya semakin lama semakin kuat, dimana ia telah mendesak Bian Kie Liang lebih gencar.
Sedangkan Auwyang Hong juga tidak tinggal diam, ia melancarkan serangan2 yang tebih kuat kepada Bian Kie Liang.
Disaat Bian Kie Liang tengah mengelakkan diri, justru kesempatan itu telah dipergunakan mereka untuk melompat kebelakang guna menjauhkan diri.
Bian Kie Liang mengeluarkan suara tertawa dingin, sambil bentaknya : „Jangan harap engkau bisa meloloskan diri dari tanganku !”
Dan sambll berkata begitu, Bian Kie Liang mengejarnya.
Ong Tiong Yang dan Auwyang Hong seperti telah berjanji, mereka tidak mengambil satu jurusan, karena mereka telah membagi diri untuk melarikan ke dua jurusan.
Bian Kie Liang jadi terkejut sekali, karena justru kepada Auwyang Hong itulah ia memiliki kepesntingannya untuk mengengetahui tempat tinggal nya Lo Sin.
Sedangkan dengan Ong Tiong Yang dia hanya benci karena tojin itu memang terlalu usil selalu mencampuri urusannya, tetapi selain itu tidak terdapat urusan pula.
Karena ini, akhirnya Bian Kie Liang mengerahkan tenaga melakukan pengejaran kepada Auwyang Hong.
Auwyang Hong mengerahkan seluruh
kekuatan ginkangnya, namun kenyataannya dia tidak bisa meloloskan diri dari kejaran Bian Kie Liang.
Bian Kie Liang berhasil mengejarnya semakin cepat dan dekat.
Auwyang Hong mengempos semangatnya dan berusaha melarikan diri lebih cepat lagi.
Tapi jarak mereka semakin dekat, dan Bian Kie Liang menjejakkan kedua kakinya tubuhnya mencelat ketengah udara, tahu2 meluncur menubruk kearah Auwyang Hong.
Bian Kie Liang berhasil mengejar Auwyang Hong, langsung memperhebat serangannya, ia berusaha untuk menundukkan Auwyang Hong dalam waktu yang singkat.
Bertepatan dengan itu, dengan tak terduga tahu2 Ong Tiong Yang telah muncul pula ditempat tersebut.
Hal ini disebabkan Ong Tiong Yang melihatnya ketika Bian Kie Liang mengarahkan pengejarannya kepada Auwyang Hong, maka Ong Tiong Yang merasa kuatir sekali akan keselamatan Auwyang Hong. Itulah sebabnya ia cepat2 berbalik arah kearah larinya Auwyang Hong.
Melihat Ong Tiang Yang kembali muncul disitu, Bian Kie Liang jadi mendongkol dan gusar, dengan munculnya OngTiong Yang berarti ia mengalami kesulitan untuk mencari tahu keberadaan Lo Sin …. gurunya Auwyang Hong.
Disaat pertempuran itu tengah berlangsung dengan seru dan angin pukulan mereka telah berkesiuran keras sekali, justru terdengar suara langkah kaki yang ringan dan berkelebat sesosok bayangan, lalu tampak seseorang telah berdiri diluar gelanggang pertempuran.
Baik Ong Tiong Yang, Auwyang Hong maupun Bian Kie Liang, mereka telah melihatnya bahwa orang tersebut tidak lain dari seorang lelaki berpakaian Thungsia panjang dan memakai selubung penutup muka yang berwarna merah.
—oo0oo—
(Bersambung Ke Bagian 44)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar