KEESOKAN PAGINYA, ia bertemu dengan Auw yang Hong, dimana pemuda tersebut membawa sikap yang tetap manis kepadanya. Ong Tiong Yang juga menyembunyikan perasaannya, ia melayani Auwyang Hong dengan sikap yang biasa saja, mereka telah makan bersama-sama pula.
Diwaktu itu tampak Auwyang Hong berkata dengan tersenyum manis: „Totiang, aku sesungguhnya sangat berterima kasih kemarin Totiang telah berusaba merecoki kami, antara aku dengan gadis she Lie itu tetapi sayang nya gadis she Lie itu memiliki adat yang berangasan, sehingga kurang kusenangi.”
Diwaktu itu tampak Auwyang Hong berkata dengan tersenyum manis: „Totiang, aku sesungguhnya sangat berterima kasih kemarin Totiang telah berusaba merecoki kami, antara aku dengan gadis she Lie itu tetapi sayang nya gadis she Lie itu memiliki adat yang berangasan, sehingga kurang kusenangi.”
Ong Tiong Yang tersenyum, ia tidak memperlihatkan sikap tidak senangnya, hanya hanya berpikir: „Pemuda ini ternyata seorang licik sekali…… !”
Tetapi dimulutnya ia telah berkata: „Jika memang bisa kubantu tentu akan kubantu, asal memang menurut kemampuan yang ads pada Pinto…… !”
Auwyang Hong tersenyum.
„Mewang Totiang tampaknya seorang pendeta yang welas asih sekali…….!” kata Auwyang Hong kemudian sambil tersenyum.
Ong Tiong Yang membalas senyumnya.
„Tetapi tentu saja tidak bisa dikatakan begitu, kalau saja Siecu (tuan) memerlukan baatuanku, dan aku tidak bisa memberikannya tentu Siecu akan menganggap bahwa diriku ini se orang pendeta yang sangat jahat……..!”
Mendengar-dilrinya disindir, disaat itu juga segera Auwyang Hong terdiam, ia melirik kepada Ong Tiong Yang, tetapi ia tidak melihat sikap sinis dari pendeta itu, tetapi justru yang dirasakan bahwa adanya perobaban panggilan yerhadapnya.”
Ong Tiong Yang padanya, sebelummya panggilan terhadap dirinya adalah hengtay (saudara), justru hari ini Ong Tiong Yang memanggilnya dengan sebutan butan Siecu, yaitu tuan. Kejanggalan inilah yang membuat Auwyang Hong jadi berpikir.
Sejenak lamanya mereka hanya bersantap, tanpa ber-kata2 lagi.
Setelah selesai bersantap, Ong Tiong Yang tertawa sambil katanya : „Bagaimana pendapat Siecu mengenai nona Lie itu, apakah ia seorang gadis yang manis dun patut dijadikan kekasih atau memang ia seorang gadis yang memuakkan.
Auwyang Hong tersenyum.
„Memang parasnya cantik, jika ia memilihii sifat yang lembut, tentu senang sekali aku bisa mengambilnya menjadi kekasihku…!”
,,Bagaimana jika gadis itu meminta agar Siecu menjadi kekasihnya, apakah kau akan menolaknya?” tanya Ong Tiong Yang.
Auwyang Hong tertawa.
,,Kukira aku tidak memiliki peruntungan sebesar itu,” katanya.
,,Kenapa ?” tanya Ong Tiong Yang , bukankah Siecu juga seorang pemuda yang gagah, tampan dan menarik ?”
Auwyang Hong telah menghela napas.
,,Gadis itu tampaknya tidak manyukai diriku,” kata Auwyang Hong.
Mendengar ini, Ong Tiong Yang telah berpikir lagi: „Pemuda ini memang seorang pemuda yang senang sekali berdusta, rupanya memang sudah mendjadi sifatnya, di mana ia tak bisa menjadi seorang pemuda yang jujur dan baik……..”
Tetapi dimulutnya Ong Tiong Yang berkata dengan sabar: „Tetapi jika memang Siecu mau berusaha dengan sabar, tentu Siecu bisa mempersunting dirinya…. pernah Pinto bertemu dengannya dan bercakap-cakap dengannya, justru Pinto melihatnya bahwa ia seorang gadis yang menarik dan lembut sekali, disamping parasnya yang cantik………..!”
Auwyang Hong tartawa.
„Soal itu biarlah nanti saja kita lihat lagi, mungkin juga pendapat, Totiang benar, tetapi dalam hal ini jelas aku tidak berani terlalu ceroboh untuk-mencari teman hidup……..!”
Ong Tiong Yang mengangguk, tetapi ia berkata dengan sabar : „Baiklah jika memang demikian. Dan semoga saja Siecu bisa memperoleh seorang kawan hidup yang baik,”
,,Terima kasil Totiang.”
„Nah, Pinto kira, kita telah berkumpul cukup lama, disamping itu juga, Pinto masih memiliki banyak urusan, maka dari itu kita berpisah sampai disini saja……..”
Mendenger itu, muka Auwyang Hong jadi berobah, dia telah berkata dengan nada suara yang agak ter-gesa2 : ,,Mengapa Totiang begitu kesusu hendak berpisah denganku, bukankah kita baru saja berkenalan dan bisa menggalang persahabatan beberapa saat lamanya? Jika memang Totiang tidak menolak, akupun bermaksud untuk mengikat tali persahabatan dengan Totiang.
,,Sayangnya Pinto masih memiliki banyak persoalan yang harus diselesai… menyesal sekali pinto harus berpisah dengan Siecu… dan kelak kitapun akan berjumpa kembali…….!”
Auwyang Hong jadi muram, ia memperlihatkan wajah yang mengandung penyesalan waktu mengangguk.
,,Baiklah Totiang, selamat jalan, sampai jumpa dilain waktu …. !”
Ong Tiong Yang segera pamitan dan melangkah keluar dari rumah makan tersebut…….
Auwyang Hong mengantarkan sampai dipintu luar.
Justru waktu itu Auwyang Hong seperti teringat sesuatu.
„Tunggu dulu Totiang …… !” katan-ya.
Ong Tiong Yang menoleh.
„Ada apa lagi Siecu : . . .?” tanyanya.
,,Apakah Totiang masih ingat orang yang mengenakan topeng merah pada kemarin hari ?” tanya Auwyang Hong.
Ong Tiong Yang mengangguk sambil tersenyum.
„Tentu saja Pinto masih ingat dengan baik, bukankah orang bertopeng merah itu justru telah berurusan dengan kita juga ?”
Auwyang Hong mengangguk.
,,Begini Totiang, justru semalam secara diam2 aku telah pergi menyelidiki dan aku berhasil mencari jejaknya ……!” kata Auwyang Hong.
,,Mencari jejak orarg bertopeng merah itu?” tanya Ong Tiong Yang sambil memperlihatkan wajah keheranan.
Auwyang Hong mengangguk.
,,Benar Totiang, jika memang Totiang mau pergi bersama-sama denganku, mari kita datangi dia. ..!”
Ong Tiong Yang tersenyum sabar waktu mendengar pekataan Auwyang Hong.
„Sayangnya Pinto tidak merasa punya sakit hati pada orang bertopeng merah itu …… dimanakah jejak orang bortopeng merah itu berhasil kau jumpai?” tanya Ong Tiong Yang.
,,Disebuah kuil didekat pintu kota……!” sahut Auwyang Hong.
„Disebuah kuil rusak!”
„Ohhh… !” pikiran Ong Tiong Yang seketika teringat kepada Lie Siu Mei.
Segera Ong Tiong Yang juga dapat menduganya, tentunya Auwyang Hong ingin mempertemukan dirinya dengan Lie Siu Mei setelah ia melihat pendeta ini bermaksud pergi, dan tidak-bisa ditahan lebih dipertemukan dengan Lie Siu Mei, setidak-tidak nya kekasih Auwyang Hong itu memiliki jalan untuk melibat Ong Tiong Yang pula.
Menduga begitu, Ong Tiong Yang jadi tersenynm lebar, akhirnya ia, mengangguk.
,,Baiklah,” ia menyanggupi ajakan Auw yang Hong, karena Ong Tiang Yang juga jadi tertarik untuk mengetahui apa yang hendak di lakukan oleh Auwyang Hong bersama Lie Siu Mei
Tampak Auwyang Hong jadi girang, ia to lah irterengkapkan sepasang tangannya memberi rormpt kepada Ong Tiong Yang, katanya :„terima kasih….., terima kasih…..!” katanya berulang kali.
Begitulah, mereka berdua telah berangkat dalam waktu yang singkat mereka telah tiba di kuil yang rusak didekat pintu kota.
Ong Tiong Yang menduga dengan tepat.
Ia memang di kekuil rusak dimana semalam Auwyang Hong telah mengadakan pertemuan dengan Lie Siu Mei.
Waktu itu, Ong Tiong Yang hanya berdiam diri saja, karena ia ingin mengetahui apa yang hendak dilakukan oleh Auwyang Hong.
Ia hanya mengikuti saja.
Sedangkan Auwyang Hong telah menunjuk kearah kuil rusak yang tampaknya sepi ini.
„Semalam aku melihat dia memasuki kuil itu…!” katanya.
Ong Tiong Yang tertawa.
„Apakah semalam kau hanya mengintai dan melihat orang bertopeng merah itu memasuki kuil tersebut?” tanyanya.
Auwyang Hong mengangguk.
„Benar…!” dan ia menoleh memandang kepada Ong Tiong Yang, dilihatnya pendeta itu tengah tertawa mengawasi padanya.
„Siecu, kata Ong Tiong Yang.
Kau tentu mengerti, kemungkinan bahwa orang bertopeng merah itu hanya singgah dikuil ini untuk beristirahat saja… dan sekarang dia telah pergi lagi entah kemana…!”
,,Muagkin juga ia masih berada didalam bukankah kuil ini merupakan kuil rusak”"
Ong Tong Yang mengangguk.
„Baiklah, jika memang demikian, mari kita melihatnya kedalam…..!”
Mereka berdua telah mendekati kuil itu.
Hanya yang membuat,Ong Tiong Yang hampir tertawa justru melihat Auwyang Hong membawa sikap yang berhati-hati sekali, melangkah dengan hati-hati dan mementang matanya lebar lebar berwaspada sekali, padahal orang yang berada didalam kuil itu tentunya sigadis Lie Siu Mei, kekasihnya.
Ong Tiong Yang mengikuti dibelakang Auw yang Hong, dengan mulut hanya tersenyum-senyum saja.
Sedangkan Auwyang Hong telah berkata dengan suara perlahan : „Mari kita menyergap nya dengan mendadak ……..!”
Ong Tiung Yang dengan hati yang merasa geli telah mengiyakan, dan mereka telah melompat masuk kedalam kuil rusak itu.
Tetapi didalam ruangan kuil itu justru mereka tidak menjumpai seorang manusiapun juga.
Disaat itu, tampak Auwyang Hong telah mencari-cari kesana kemari.
„Jika dilihat keadaan demikian, tampaknya dugaan Totiang memang benar” katanya.
„Dan orang bertopeng merah itu rupanya telah berlalu………!”
Ong Tiong Yang tersenyum.
„Tunggu dulu,” kata Ong Tiong Yang: „Justru aku seperti mencium bau harumnya minyak wangi seorang wanita . . . . !”
Mendengar perkataan Ong Tiong Yang, wajah Auwyaug Hong jadi berobah merah.
„Apakah memang orang memakai topeng merah itu seorang yang memiliki sifat banci seperti yang kuduga ? Hmm……., mungkin dia yang memakai bau harum-haruman itu…………!”
Ong Tiong- Yang telah tersenyum lagi, tetapi sebelum ia sempat berkata, disaat itu telah muncul sesosok tubuh dengan gerak yang gesit, sesosok tubuh yang ramping dan seketika juga didalam ruangan itu tercium bau harum semerbak.
„Kau………?” Auwyang Hong memperlihatkan sikap terkejut, dan ia telah memandang kepada orang yang baru muncul, yang tidak lain dari Lie Siu Mei.
Ong Tiong Yang tersenyum dan berkata : „Jika tidak salah, nona tentunya adalah nona Lie Siu Mei, kekasih dari Auwyang Siecu ini.
Mendengar perkataan Ong Tiong Yang, Lia Siu Mei memperlihatkan sikap seperti orang yang kebingungan, tetapi cepat ia memandang kepada Auwyang Hong, seperti meminta isyarat dari kekasihnya itu.
Auwyang Hong diam-diam mengedipkan matanya.
Lie Siu Mei yang memperoleh isyarat kedipan mata dari Auwyang Hong, segera tersenyum memperlihatkan sikap seperti orang yang malu-malu.
„Totiang, rupanya rupanya engkau telah berhasil menolong aku !” katanya dengan su ara yang setenang mungkin, dan juga tidak lu pa melontarkan senyumnya.
Ong Tiong Yang membalas senyumnya.
,,Ya, apa yang telah nona pesankan telah kulakukan, dan aku memperoleh kenyataan bahwa Auwyang Hengtai ini mencintaimu, siang dan malam selalu merindukan nona !”
Muka sigadis berobah merah, ia memperlihatkan sikap seorang gadis yang sngat merasa malu.
Hal ini membuat Ong Tiong Yang berpikir didalam hatinya :„Pandai sekali gadis ini bersandiwara !” dan iapun telah beikata dengan suara yang tawar : „Dan sekarang, pinto kira urusan dan tugas pinto telah selesai, kalian telah saling bertemu, maka pinto bermaksud hendak pamitan untuk melanjutkan perjalanan…!”
Mendengar perkataan Ong Tiong Yang, tampaknya Lie Siu Mei jadi terkejut, ia segera menoleh kepada Auwyang Hong, namun secepat itu pula ia bisa memutuskan sendiri langkah-langkah apa yang perlu dilakukannya.
Maka segera ia merangkapkan sepasang tangannya menjura memberi hormat kepada Ong Tiong Yang.
Ong Tiong Yang tidak bersedia menerima pemberian hormat itu, ia menyingkir kesamping.
,,Untuk apa pemberian hormat nona Lie ?” tanyanya. ter-sipu2.
Lie Siu Mei segera berkata : „Totiang, bukankah Totiang masih ingat ketika dirumah makan kemarin itu, aku pernah meminta pertolongan kepada Totiang, yaitu inginkan sesuatu bantuan dari totiang……. ?”
Ong Tiong Yang mepngangguk.
„Benar……!” sahutnya.
„Kalau memang demikian, tentunya Totiang membantuku tidak setengah jalan, dan Totiang tentunya akan memberikan pertolongan tidak tanggung2 dan akan melakukannya sampai selesai urusan itu . . . !”
Ong Tioag Yang tersenyum. ,,Maksud nona ?” tanyanya.
,„Justru aku hendak meminta bantuan Totiang jangan setengah jalan,” kata Lie Siu Mei lagi.”
„Kalau begitu, bantuan apalagi yang harus Pinto berikan ?” tanya Ong “I’ioug Yang.
,,Bantuan apa, nona Lie ?” tanya Ong Tiong Yang lagi.
„Bantuan yang tidak begitu sulit, jika memang Totiang bersedia untuk membantu…!” kata Lie Siu Mei dengan nada yang mana.
„Cobalah nona katakan dengan jelas……..!”
„Sesungguhnya. .. aku akan menyampaikan hal itu hanya empat mata pada Totiang ……..!” sahut Lie Siu Mei dengan suara sangat perlahan sekali.
Ong Tiong Yang tersenyum lebar sambil menoleh kepada Auwyang Hong.
Sedang Auwyang Hong cepat2 berkarta: „Kalau mefmang ada sesuatu yang ingin dibicarakan empat mata, biarlah aku pergi saja dulu, dan Auwyang Hong memutar tubuh, hendak keluar dari kuil tersebut
Tetapi Ong Tiong Yang mengeluarkan tangannya mencekal tangan Auwyang Hong katanya ,Tidak perlu Hengtai keluar, kita, ber-cakap2 disini saja…!” sengaja Ong Tiong “Yang memanggil Auwyang Hong dengan sebutan Hengtai lagi, untuk menutupi kecurigaan Auwyang Hong, karena ia mengetahui Auwyang Hong adalah seorang pemuda yang memiliki otak encer dan sangat cerdas.
Auwyang Hong tersenyum katanya: „Apakah dengan hadirnya aku di sini tidak akan mengganggu kalian …?”
Tetapi Lie Siu Mei telah menggelengkan kepalanya perlaban, katanya lagi : „Justru aku hendak membicarakan hal itu dengan Totiang dibawah empat mata …. !”
Ong Tiong Yang cepat2 merangkapkan tangannya memberi hormat, sambil tertawa kata nya : „Maafkan hal itu tidak bisa Pinto luluskan, karena kurang pantas jika pinto berada bersama dengan nona hanya berdua saja…. !”
Sigadis tersenyum.
„Tetapi kita bukankah tidak melakukan sesuatu yang melanggar hal-hal yang diluar dari kepantasan ?” tanyanya,
Ong Tiong Yang tersenyum.
„Tetapi justru dalam anggapaon orang lain tentu tidak pantas, sebagai seorang Tojin, tidak bisa Pinto meluluskan permintaan nona !”
Dan setelah berkata begitu, t mpak Ong Tiong Yang tersenyum sambil merangkapkan sepasang tangannya, ia menjura memberi hormat, katanya dengan suara yang seperti mengandung penyesalan : „Maafkan . . . . !”
Ketika Ong Tiong Yang memberi hormat, Auwyang Hong telah beranjak dari tempat berdirinya, melangkah menuju kepintu kuil untuk keluar.
„Biarlah aku menyingkir saja, kalian tentu ber-cakap2 memakan waktu yang tidak lama bukan?” katanya sambil melangkah.
Ong Tiong Yang cepat2 mengulapkan tangannya sambil katanya: „Saudara Auwyang, kemarilah… jika memang hanya berdua dengan nona Lie ini, kekasihmu maka biarlah Pinto berlalu saja …….!”
Lie Siu Mei berusaha tersenyum lebar-lebar, katanya dengan sikap yang agak manja : ,,Totiang, mengapaTotiang begitu sungkan?”
Ong Tiong Yang cepat-cepat merangkapkan tangannya lagi memberi hormat, lalu katanya: ,,Pinto juga tidak bisa berdiam disini terlalu lama, maafkan pintu, Pinto akan segera pamitan ……. minta diri. . . .! “
Dan tanpa menantikan jawaban dari Lie Siu Mei, tampak Ong Tiong Yang telah memutar tubuhnya akan segera berlalu dari situ.
Waktu itu Lie Siu Mei jadi sibuk sekali menghadang dihadapan Ong Tiong Yang.
,.Totiang, apakah totiang tidak merasa kasihan padaku ? Apakah totiang tidak bersedia menolongku ?” tanya Lie Siu Mei.
Ong Tiong Yang tersenyum sambil melangkah terus menuju kepintu kuil tersebut.
,,Kita bicara diluar kuil saja. ..!” katanya kemudian.
Lie Siu Mei tidak berdaya menahan Ong Tiong Yang, yang waktu itu telah melangkah keluar din menghampiri Auwyang Hong. Belum lagi ia tiba dihadapan Anwyang Hong, yang waktu itu tengah berdiri menjublek memandangi ke-arah jalan raya, disaat itu Ong Tiong Yang telah berkata dengan suara yang pasti: ,,Saudara Auwyang ……. Pinto tidak bisa terlalu lama menemani kalian, karena masih ada urusan lainnya yang perlu Pinto selesaikan…!”
Dan taapa menantikan jawaban Auwyang Hong, Ong Tiong Yang telah melangkah lebar meninggalkan tempat tersebut.
Auwyang Hong jadi terkejut, begitu juga Lie Si u Mei.
Totiang, tunggu dulu…….!” panggil mereka hampir berbarengan.
Tetapi Ong Tiong Yang tidak memperdulikan mereka, dan telah melangkah terus meninggalkan mereka.
Auwyang Hong dan Lie Siu Mei jadi berdiri menjublek mengawasi kepergian imam itu.
Setelah berjalan agak jauh dan melihat Auwyang Hong dan Lie Siu Mei tidak mengikutinya, Ong Tiong Yang menghela napas dalam2 kemudian pikirnya : „Sungguh litjik pemuda she Auwyang itu. …….!”
Dan setelah dia berpikir demikian, Ong Tiong Yang mempercepat langkahnya, ia telah berlalu deagan cepat bermaksud meninggalkan tempat itu, karena ia menyadari jika terlalu lama disitu, jelas dirinya akan diganggu oleh Auwyang Hong dan Lie Siu Mei, yang licik itu.
Saat itu, tampak Auwyang Hong dan Lie Siu Mei yang menyadari bahwa rencana mereka gagal, hanya bisa menghela napas saja, menyesali bahwa rencana mereka diatur kurang begitu rapih, sehingga tojin itu bisa lolos dari tangan mereka, dan apa yang mereka harapkan tidak bisa tercapai.
—oo0oo—
(Bersambung Ke Bagian 47)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar