Kamis, 13 Juni 2013

5 Jagoan Luar Biasa ( BAGIAN 51 KEDATANGAN ANG CIT KONG SI PENGEMIS MUDA )


SAAT, pertempuran itu tengah berlangsung dengan seru, justru diluar rumah terdengar ribut2: „Kembalikan barangku…!, kembalikan barangku…..!”
Ong Tiong Yang jadi heran, ia melongok keluar.
Segera dilihatnya seorang pengemis muda, mungkin berusia sembilan belas tahun, tengah berjalan seenaknya, dengan ditangannya memegang sepotong daging ayam dan tangan yang satunya memegang sebuah buntalan.
Ia melangkah seenaknya dan mulutnya mengunyah itu juga ter-senyum2.
Tampaknya ia gembira sekali.


Wajah penge>rnis itu cukup :ampan, tetapi keadaanQya tidak ter,ptut, paltaiannys penuh iainbaiata dan rambutaya tidak terurus.
Sedangkan dibelakang pengemis itu tampak ber-lari2 belasan orang.
Mereka itulah yang ber-teriak2 : ,,Kembalikan barangku……. kembalikan barang kami…….. “
Tetapi walaurun sipengemis berjalan dengan perlahan, dan belasan orang tersebut jika mau bisa mengejarnya, mereka tidak berani terlalu mendekati, hanya ber-teriak2 begitu saja.
Sedangkan sipengemis itupun seperti juga tidak mengacuhkan mereka, ia melangkah tetus dengan tindakan kaki yang per-lahan2 dan seenaknya.
Disaat itu, salah seorang dari belasan orang yang berada dibelakang sip-engemis rupanya sudah tidak bisa menahan diri, ia melompat kedekat sipengemis sambil mengulurkan tangannya akan megambil buntalan yang ada ditangan sipengemis muda.
Namun dengan gerakan seenaknya, sipengemis menggerakkan tangannya yang mencekal paha ayam, dimana tulang ayam diujungnya diketokkan kepada kepala orang itu.
Aneh sekali dan agak luar biasa.
Tubuh orang yang tinggi besar itu seperti didorong oleh suatu kekuatan yang tidak terIihat, dimana tubuhnya telah terpental dan ambruk diatas tanah menimbulkan suara gedebukan yang keras.
Menyaksikan hal itu. 0ng Tiong Yang jadi terkejut, karena segera ia mengetahui bahwa pengemis muda itu memiliki tenaga sinkang yang kuat sekali, dimana dengan hanya menggerakkan pahanya ia berhasil melontarkan tubuh orang yang tinggi besar tersebut.
Gerakannya itu telah membuktikan bahwa Sinkang yang disalurkan pada paha ayam itu tinggi sekali.
Tetapi justru yang mengherankan Ong Tiong Yang, ia melihat usia pengemis itu yang masih muda sekali, dan sikapnya yang masa bodoh, walaupun dibelakangnya itu tampak mengejar belasan,orang yang takut2 mendekatinya.
Entah barang apa yang diambil pengemis muda itu dari orang2 tersebut, sehingga mereka ber-teriak2 : „Kembalikan barang kami…..! kembalikan barang kami……..!”
Waktu itu sipengeruis telah tiba didepan pintu, ia mengeluarkan suara „Ahkk………!” karena dilihatnya didalam rumah itu tengdh berlangsung pertempuran.
Sedangkan waktu itu Ong Tiong Yang cepat-cepat memapaknya, ia telah merangkapkan sepasang tangannya dan men jura memberi hor mat.
“Siapakah saudara?” tanyanya.
“Mengapa belasan orang itu mengikutimu?”
Pengemis muda tersebut berdiam diri sejenak, tetapi kemudian kembali mengunyah daging ayamnya.
Ia juga menyeringai tertawa.
“Aku sipengemis Ang Cit Kong sebetulnya tidak pernah ganggu orang, tetapi justru mereka itu yang telah mengganggu aku, selalu mengikuti aku…..!”
,,Apakah ada barang mereka yang telah diambil olebmu, saudara ?” tanya Ong Tiong Yang lagi
„Tidak justru mereka main tuduh, menduga bahwa aku ini yang telah mencuri barang mereka. Aku hanya minta sepotong pakaian dan sedikit uang, namun mereka terlalu kikir dan selalu meminta dikembalikan….l”
Mendengar jawaban pengemis muda ini, Ong Tiong Yang jadi tersenyum.
„sauddra Ang, tentu saja mereka selalu mengikutimu, untuk meminta barang yang kau ambil itu…… jika memang engkau tidak mengambil barang mereka, tentu merekapun tidak akan mengganggumu saudara Ang……..!”
Ang Cit Kong menunda makannya, ia mementang matauya lebar2 memandang Ong Tiong Yang.
„Jadi Totiang juga ingin memperkenalkan diriku…….?” tanya, suaranya mengandung teguran.
Ong Tiong Yang cepat-cepat tertawa.
„Tentu saja tidak !” sahut Ong Tiong Yang. „Jika memang engkau tidak melakukan sesuatu yang salah, tentu engkau tidak bisa disalahkan, ……… tetapi jika memang engkau sesungguhnya telah melakukan suatu perbuatan yang salah, jelas engkau harus disalahkan………!”
Mendengar perkataan Ong Tiong Yang, Ang Cit Kong tertawa.
„Cerdik sekali kau, totiang. Engkau mempersalahkan diriku tanpa langsung ditujukan padaku, agar aku malu sendiri dan berusaha mem perbaiki kesalahan yang telah kulakukan…!” katanya.
„Tetapi didalam hal ini tentu saja Pinto tidak berani sembarangan mempersalahkan dirimu, namun jika memang engkau merasa telah melakukan suatu kesalahan, ada baiknya jika memang engkau segera merobah kesalahan tersebut dengan melakukan kebaikan….. bukankah begitu baiknya ?”
Mendengar perkataan Ong Tiong Yang, Ang Cit Kong berdiam diri sejenak. Namun akhirnya ia mengangguk.
„Mungkin juga,” katanya kemudian seperti ragu2. „Disebabkan oleh belasan orang yang telah mengikuti aku terus menerus itu, membuat totiang mengambil kesimpulan bahwa diriku melakukan suatu kesalahan. Benar begitu, bukan ?”
Ong Tiong Yang berdiam diri, tetapi akhjrnya ia tersenyum lebar setelah memandang sejenak lamanya kepada Ang Cit Kong.
,,Dalam hal ini,” katanya lagi.
„Memang juga terdapat suatu hal yang disebut sebab dan akibat, seperti kau tentunya mengetahui saudara Ang.Jika memang engkau tidak melakukan suatu kesalahan, tentu belasan orang itu tidak akan mengikutimu, dan juga jika tidak ada barang yang engkau ambil dari tangannya, jelas mereka tidak akan meributi engkau meminta barangnya agar engkau kembalikan. Coba engkau pikirkan dalam2 perkataan Pinto itu, tentu engkau mengerti……..!”
Ang Cit Kong tersenyum, ia menganguk sambil katanya lagi: „Ya…. memang dalam hal ini merupakan suatu urusan yang keterlaluan juga, belasan orang itu membuat aku jadi malu.”
Dan setelah berkata begitu, tahu2 Ang Cit Kong telah menggerakkan tangan kirinya membalas.
Tapi, hebat kesudahannya, karena tanpa ampun lagi belasan orang itu telah terpental dan berguling diatas tanah, seperti juga diterjang oleh suatu kekuatan yang tak tampak.
Ong Tiong Yang yang menyakan hal ini jadi terkejut, ia berpikir dalam hatinya: „Dilihat dari kepandaiannya, tampaknya pengemis muda ini bukan sembarangan pengemis, karena kelihatannya cerdik sekali, selain ia memiliki silat yang tinggi, sinkangnya juga tampaknya tidak berada disebelah bawahku!”
Waktu itu Ang Cit Kong telah mtendelikkan matanya lebar2 kepada belasan orang yang tengah merangkak bangun itu.
,,Jika kalian tidak segera pergi, jangan mempersalahkan diriku jika aku turunkan tangan keras kepada kalian…….! Ayo cepat pergi……!”
Tetapi belasan orang itu tidak segera pergi, malah lima orang diantara mereka, telah berkata ragu2 : „Harap Taihiap mengembalikan dulu barang2 kami….!”
Ang Cit Kong mendelikkan matanya lebih lebar dan telah melangkah maju satu tindak sambil menggerakkan tangan kanannya dan membentak : „Kalian hendak dihajar lagi….?”
Bentakan seperti itu merupakan gertakan, yang membuat belasan orang itu jadi ketakutan, mereka telah mundur dengan serentak.
Dalam keadaan demikian, Ang Cit Kong berkata dengan suara tawar, tapi sikapnya tampak jenaka sekali, karena mulutnya: „Jika memang kalian tidak cepat2 angkat kaki, aku akan membuat kalian seperti daun2 keriug yang terhembus oleh angin…..! Aku akan menghitung ia sampai lima dan jika kalian belum juga pergi, hem…… aku akan membuktikan ancamanku itu…..!”
Ong Tiong Yang tersenyum melihat sikap Ang Cit Kong.
„Satu…..!” waktu itu Ang Cit Kong mulai menghitung dengan suara yang keras.
„Taihiap…… kembalikan dulu barang-barang kami…….”
Tetapi Ang Cit Kong separti tidak mendengarnya, ia telah menghitung terus …… „Dua . .!”
„Taihiap…..!” belasan orang itu memperlihatkan wajah yang pucat, disamping itu juga mereka telah merengket ketakutan, namun mereka juga tidak rela jika barang mereka tidak dikembalikan.
„Tiga….! Empat…. !” Ang Cit Kong telah menghitung terus tanpa memperdulikan sikap belasan orang tersebut.
Belasan orang itu tambah kuatir dan mereka hampir berbareng berkata : „Kembalikan dulu barang kami, kami akan segera berlalu…!”
Tetapi Ang Cit Kong seperti tuli tidak mendengar perkataan orang2 itu, bahkan ia telah menghitung terus dengan suara yang nyaring : ,Lima …. !”
Waktu Ang Cit Kong mengucapkan perkataan „Lima” itu, dan matanya didelikkan, dengan serentak orang2 itu memutar tubuhnya dan mementang langkah kakinya lebar2 tembil ber-teriak2 dengan suara penasaran : „Kembaiikan barang2 kami….!”.Aug Cit Kong tertawa ber-gelak2 melihat belasan orang tersebut telah lari.
Tetapi belasan orang itu berlari hanya kurang lebih delapan tombak, setelah itu mereka berkumpul berkelompok sambil berteriak : „Kembalikan barang kami….kembalikan barang kami…. !”
Ang Cit Kong jadi mendongkol, sengaja ia melangkah dua tindak memperlihatkan sikap seperti hendak mengejar.
Belasan orang itu jadi ketakutan dan mereka telah berlari lagi. Sekali ini mereka tidak berhenti, berlari terus dan sejenak kemudian telah lenyap dari pandangan mata Ang Cit Kong dan Ong Tiong Yang.



SEDANGKAN waktu itu, antara orang bertopeng merah dengan Tok Cun Hoa masih terus juga berlangsung pertempuran yang cukup seru karena mereka berdua telah terlibat oleh tenaga lwekang yang mereka pergunakan, dimana dua macam kekuatan tenaga dalam yang tidak dapat dilihat oleh mata itu, telah mengelilingi mereka, melibat mereka dan membuat keduanya tidak bisa memisahkan diri ataupun juga menyudahi pertempuran itu, karena memang mereka telah terlibat dalam pertempuran yang menentukan, dimana sampai salah seorang diantara mereka kelak kena dirubuhkan, barulah pertempuran itu akan berkesudahan.
Karena itu baik Ang Bian maupun Tok Cun Hoa telah ber laku sangat berhati-hati sekali dan melakuk in pertempuran tersebut dengan gerakannya yang sangat cepat sekali.
Dan mereka pun telah memusatkan seluruh kekuatan tenaga lwekang nya sehingga ditubuh mereka tampak mengalir keluar keringat yang sangat banyak sekali.
Waktu itu Ang Bian telah berkata dengan suara yang tawar sambil melacarkan serangan mempergunakan tangan kanannya yang menyambar seperti juga menggunting: „Hemmm….., jika sekarang aku tidak bisa mengalahkanmu, baiklah aku pun berjanji tidak akan mengembara lagi dalam rimba persilatan……!”
Tetapi Tok Cun Hoa menanggapi tekad dari Ang Bian dengan tertawa mengejek, katanya dengan suara yang sengau: „Tidak perlu engkau sesumbar seperti itu engkau pasti akan dapat membuat kedua lenganmu itu patah sebagai tanda mata buatku!”
Dan setelah berkata begitu Tok Cun Hoa menerjang lebih kuat.
Melihat sikap Ang Cit Kong seperti itu, Ong Tiong Yang jadi tersenyum lebar dengan hati yang merasa geli. Sejak munculnya Ang Cit Kong tetah memperlihatkan bahwa dia memiliki sikap yang jenaka, walaupun kejenakaan-nya itu tidak disengajanya dan memang wajar.
,,Kepandaian luar biasa, aku tidak menyangka ditempat sesepi ini bisa bertemu dengan orang orang gagah seperti itu.”
Kata Ang Cit Kong dengan suara yang perlahan, seperti juga tengah mengguman.
Kemudian Ang Cit Kong menoleh kepada Ong Tiong Yang.
„Totiang, siapakah mereka ?” tanya Ang Cit Kong kemudian. „Apakah salah seorang di antara mereka itu gurumu ?”
Ong Tiong Yang menggelengkan kepalanya.
„Bukan…. !” menyahut Ong Tiong Yang taN bil tersenyum.
„Lalu siapa mereka….?”
„Yang seorang bergelar Ang Bian, itu yang memakai topeng yang terbuat dari kain merah !” menjelaskan Ong Tiong Yang.
„Mengapa, ia menutupi mukanya dengan kain merah itu, apakah mukanya kudisan….?”
Ong Tiong Yang tersenyum sambil menggelengkan kepalanya.
,,Aku sendiri tidak tahu mengapa ia mengenakan topeng seperti itu…..!” sahut Ong Tiong Yang.
„Dan yang seoraog lagi ?” tanya Ang Cit Kong pula.
„Ia mengaku bernama Tok Cun Hoa !” menjelaskan Ong tiong Yang.
„Ohhh…….!” Ang Cit Kong memperlihatkan sikap yang beran sekali.
„Kenapa ?” tanya Ong Tiorg Yang.
,,Mengapa muka orang yang bernama Tok Cun Hoa itu buruk sekali, seperti tengkorak hidup ?” tanya Ang Cit Kong.
Sesungguhnya Ang Cit Kong bertanya dari hati yang sejujurnya dan polos, tetapi buat teliaga Tok Cun Hoa justru pertanyaan seperti itu telah membuat darahnya jadi meluap, ia sampai berjingkrak.
Kalau saja waktu itu ia tidak tengah terlibat oleh pertempuran mengadu tenaga sinkang yang saling melibat, tentu ia telah melompat menerjang pada Ang Cit Kong untuk menghantam orang yang lancang mulut itu.
Namun kenyataannya memang Tok Cun Hoa hanya bisa mendongkol tanpa berdaya untuk menghajar Ang Cit Kong.
Waktu itu Ang Cit Kong masih berdiri dengan sikap tercengangnya, sampai akhirnya ia tersenyum, sambil katanya: „Nah, sekarang telah terlihat, bahwa banjak orang pandai dimana-mana, seperti apa yang dikatakan oleh guruku, bahwa kepandaian silat yang dipelajari tidak ada habisnya, karena orang yang telah tinggi kepandaiannya tidak boleh sombong dan harus segera melatih diri tarus setiap ada kesempatan. Kepandaian yang tertinggi ialah tidak pernah tercapai, karena yang tinggi itu selalu ada yang lebih tinggi, tegasnya tidak ada yang tertinggi …….!”.
Ong Tiong Yang isang tersenyum mendengar perkataan Ang Cit Kong. Karena ia memang telah melihatnya bahwa Ang Cit Kong seorang yang sangat terkenal dan juga pandai dan tinggi kepandaiannya, disamping itu memiliki sifat yang polos dan jiwa yang jujur. Apa yang dilihatnya tentu akan dikatakannya.
Namun kenyataannya, Ang Cit Kong seperti juga tidak mengenal bahaya, dengan mengejek Tok Cun Hoa, walaupun bukan berasal dari hatinya dan tanpa disengajanya, tokh hal itu telah membuat jiwa Ang Cit Kong terancam bahaya yang tidak kecil.
Dalam hat ini, memang Ong Tiong Yang menyukai sikap polos pengemis muda ini.
„Saudara Ang, siapakah gurumu ?” tanya Ong Tiong Yang kemudian.
Ang Cit Kong tidak segera menyahuti, hanya memandang Ong Tiong Yang dengan sinar mata mengandung kecurigaan.
„Mengapa totiang menanyakan guruku ?” tanyanya.
Ong Tiong Yang tersenyum.
„Pinto hanya merasa kagum bahwa gurumu memiliki pandangan yang luas dan juga tampaknya seorang pandai yang tidak angkuh dan tidak pernah memamerkan kepandaiannya… !”
„Mengapa engkau mengetahui hal it…?” tanya Ang Cit Kong, wajahnya memancarkan perasaan girang bukan main.
Ong Tiong Yang menyahuti: „Karena meli hat sikapmu yang baik, tentunya engkau mem peroleh bimbingan dan didikan dari seorang guru yang baik pula…!
Ang Cit Kong cepat2 membuang sisa potongan paha ayam ditangannya, ia menyeka kebajunya dengan sikap yang amat ceroboh dan juga jenaka, kemudian merangkapkan sepasang tangannya, menjura memberi hormat kepada Ong Tiong Yang, katanya dengan suara yang sabar.
„Dalam hal ini,” katanya.
„Sesungguhnya memang guruku itu seorang yang baik dan mulia ia berpelar Ie Hong Sin Kay dan namanya Kiauw Cie Bauw. . .!”
,,Oh, telah lama aku mendengar nama besar dari tokoh sakti itu… !” kata Ong Tiong Yang cepat.
Memang selama dalam pengembaraannya dalam rimba persilatan, ia telah terlalu sering mendengar nama Ie Hong Sin Kay Kiauw Cie Bauw, yang memiliki sepak terjang terpuji.
Pengemis sakti itu selalu melakukan tindakan demi keadilan. Walaupun belum pernah bertemu secara langsung dengan Kiauw Cie Bauw, tetapi justru Ong Tiong Yang telah menaruh perasaan kagum kepada peugemis sakti itu.
Mendengar pujian Ong Tiong Yang, tampak Ang Cit Kong senang sekali.
Disaat itu ia telah berkaca dengan suara gembira: „Jika memang totiang kenal dengan guruku, itulah lebih baik lagi….!” Ong Tiong Yang tersenyum.
„Sayangnya Pinto belum pernah bertemu dengan orang tua yang sakti itu… Pinto hanya sering mendengar keberanian dan juga ketegasannya dalam menegakkan keadilan.
Memang besar sekali minat Pinto untuk bertemu dengan guru saudara Ang, untuk meminta petunjuk darinya……..!”
Ang Cit Kong tersenyum.
,,Sayangnya guruku setelah usianya meningkat semakin tua, telah memilih sebuah tempat yang sunyi dan tenang untuk hidup mengasingkan diri……. maka dari itu sulit sekali orang menemuinya……!”
„Jika memang demikian, jika kelak saudara Ang bertemu dengan gurumu, sampaikan salam Pinto, Ong Tiong Yang….!” kata Ong Tiong Yang.
Ang Cit Kong mengangguk cepat.
„Tentu…, tentu… akan aku sampaikan…..!” katanya
Begitulah, walaupun mereka baru saling berkenalan disitu, justru sikap mereka tampaknya telah jadi begitu akrab sekali.
Ang Cit Kong juga menanyakan siapa guru Ong Tiong Yang.
Pendeta ini menyebutkan nama Sam Kie bertiga, dan Ang Cit Kong tahu2 telah mengeluarkan ibu jarinya, ia memuji :„Ketiga guru totiang itu semuanya merupakan manusia setengah dewa yang sangat sakti, dimana selalu melakukan perbuatan mulia, justru aku sering mendengar cerita dari guruku, bahwa ketiga. locianpwe sakti itu merupakan tokoh yang sangat mulia dan memiliki kepandaian yang sulit dicari duanya, guruku juga sangat mengagumi mereka ….!”
Ong Tiong Yang segera merendahkan diri sambil mengucapkan terima kasih atas puda Ang Cit Kong.
—oo0oo—

Disaat itu pertempuran yang tengah berlangsung antara Ang Bian dengan Tok Cun Hoa masih berlangsung terus, dimana mereka telah terlibat dalam pertempuran yang semakin lama semakin membahayakan.
Ang Cit Kong setelah menyaksikan lagi sekian lama jalannya pertempuran itu telah menoleh kepada Ong Tiong Yang, tanyanya: „Apakah totiang tidak bisa meminta agar mereka menydahi pertempuran itu ?”
Ong Tiong Yang menghela napas sambil menggelengkan kepala dan wajahnya murung, dengan jujur ia menyahuti : „Sayangnya kepandaianku tidak ada artinya, sehingga tidak berdaya untuk meminta mereka menyudahi pertempuran itu…..! Hemmm……., kalau saja memang aku memiliki kepandaian yang lebih tinggi, tentu aku bisa meminta mereka menyudahi pertempuran itu atau setidak2nya memisahkan mereka………!”
Ang Cit Kong mengerutkan alisnya. „Masih ada hubungan apakah antara: totiang dengan mereka ?” tanyanya kemudian.
Dengan suara yang perlahan 0ng Tiong Yang menyahuti: „Dengan Ang Bian locianpwe, aku pernah melakukan perjalanan, dan kami melihat rumah yang terpencil ini maka kami singgahi.
Kebetulan kami juga sangat haus sekali, sehingga kami bermaksud untuk meminta air pelenyap dahaga. Tetapi justru Tok Cun Hot locianpwe telah salah mengerti, sehingga timbul salah paham, yang menyebabkan Ang Bian dan Tok Cun Hoa jadi bertempur seperti itu….!”
„Apakah Tok Cun Hoa yang bermuka seperti tengkorak itu seorang yang terlalu kikir?” tanya Ang Cit Kong tidak senang.
Ong Tiong Yang mengangkat bahunya sambil tersenyum, lalu katanya: „Entahlah, tetapi yang jelas memang keadaan telah-tejadi demikian, dimana antara Ang Bian lociaapwe dengan Tok Cun Hoa locianpwe telah timbul saling salah paham, dan mereka bertempur tanpa berkesudahan…….!”
,.Jika memang demikian halnya. lebih baik kita berusaha memisahkan mereka……..!” kata Ang Cit Kong.
Ong Tiong Yang terkejut.
„Bagaimana mungkin?” katanya dengan suara yang mengandung kekuatiran.
Ang Cit Kong tersenyum.
,,Jangan kuatir, jika memang mereka tidak mau menyudahi pertempuran itu, yang pasti rugi adalah mereka sendiri…!” kata Ang Cit Kong dengan suara mengandung keyakinan.
Ong Tiong Yang jadi heran.
„Dengan cara bagaimana ?” tanyanya.
„Tanggung beres !” katanya cepat. Dan Ang Cit Kong telah memutar tubuhnya, ia menuju kearah parit di depan rumah tersebut, ia mengambil sebuah kayu yang bertempurung yang ditengahnya melesak kedalam, ia menyendok air parit itu dan kemudian kembali keruang dalam rumah.
Ong Tiong Yang mengawisi apa yang dilakukan Ang Cit Kong dengan perasaan heran.
Waktu itu Ang Cit Kong telah berteriak : „Kalian berhentilah jika memang kalian tidak mau menyudahi juga pertempuran itu, biar aku yang akan menyiram kalian dengari air parit ini. Aku mau lihat, apakah kalian akan teruskan perkelahian kalian……!”
Dan setelah berkata begitu, Ang Cit Kong memperlihatkan sikap seperti ingin menyiram.
Keruan saja hal ini mengejutkan sekali Ang Bian dan Tok Cun Hoa. Mereka sampai mengeluarkan seruan kaget.
,,Aku akan menghitung sampai tiga, jika sampai tiga kali, kalian tidak mau berhenti, berarti kalian memang ingin mandi air parit…!” ancam Ang Cit Kong lagi.
Waktu itu Tok Cun Hoa bukan main mendongkolnya, ia sampai berseru karena murka, Ang Bian juga telah mengeluarkan suara bentakan sambil mengibaskan tangannya menangkis serangan tangan kanan Tok Cun Hoa.
„Satu….!” Ang Cit Korg tanpa memperdulikan keadaan pada saat itu, telah mulai menghitung, benar2 nekad sekali pengemis muda ini.
Ang Bian dan Tok Cun Hoa jadi panik, mereka tengah saling melibatkan diri dengan tenaga sinkang mereka yang tertingggi, tidak bisa dengan semudah dugaannya, begitu saja mereka menarik pulang tenaga sinkang mereka, karena akan melukai mereka sendiri.
Hal ini membuat mereka jadi panik juda, jelas mereka tidak rela jika sampai mereka terkena siraman air parit tersebut.
„Dua….!” suara Ang Cit Kong lantang sekali, dia menghitung terus.
Keruan saja Ang Bian dan Tok Can Hoa tambah panik.
Dalam keadaan demikian, mereka jadi nekad dan telah mendorong dengan tenaga sinkang masing2 lalu melompat mundur untuk memisahkan diri. Waktu memisahkan diri, mereka juga mengebut dengan tangan masing2. Hal ini untuk melenyapkan sisa tenaga yang ada pada saat itu, agar mereka tidak sampai terluka.
Setelah melihat Ang Bian dan Tok Cun Hoa memisahkan diri dan menyudahi partempuran itu, Ang Cit Kong tidak meneruskan hitungannya, dia tertawa keras dan telah melemparkan kayu yang berisi cairan air parit tersebut keluar rumah.
Ong Tiong Yang yang melihat keadaan seperti itu, jadi tertawa tidak bisa menahan gelinya. Dengan cara yang begitu sederhana dan mudah, Ang Cit Kong berhasil memisahkan kedua jago yang tengah bertempur hebat itu.
„Cerdik sekali pemuda pengemis ini….!” pikir Ong Tiong Yang dalam hatinya.
Waktu itu,”tampak Ang Bian telah menoleh kepada Ang Cit Kong, sambil katanya : „Kau….pengemis cilik …… berani sekali kau membawa lagakmu yang kurang ajar ?”
„Tetapi belum lagi selesai kata2 dari Ang Bian, Tok Cun Hoa yang memang sejak tadi telah diliputi oleh kemarahan pada Ang Cit Kong, yang diaaggapnya telatt mangejeknya dun juga telah membuat mereka paaik wak tu bertempur dengan ancamannya itu, sudah tidak bisa menahan diri, tahu2 tubuhnya berkelebat, dan telah berada disamping Ang Cit Kong. Begitu tiba, segera tangan kanannya bergerak.
—oo0oo—
(Bersambung Ke Bagian 52)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Popular On Relatemein